Kelapa sawit bukan saja mencatatkan surplus dalam pemenuhan kebutuhan domestik. Komoditas pertanian yang satu ini juga menjadi salah satu andalan ekspor Indonesia Sebagai gambaran, produksi minyak kelapa sawit Indonesia pada tahun 2016 mencapai sekitar 35 juta ton. Diperkirakan, pada 2020, produksi komoditas ini akan men­capai 42 juta ton.

Dalam konteks ketahanan dan kedaulatan pangan, kapasitas produksi minyak kelapa sawit mampu memenuhi permintaan dalam negeri. Kelebihan produksinya dapat mengisi pasar eks­por dengan volume sebesar 25 juta ton pada 2015, dan men­catatkan nilai sekitar 18 miliar dollar AS.

Namun, problem pada sisi pengembingan kelapa sawit tidak hanya berkait dengan peningkatan produksi. Standardisasi glo­bal di sektor perkebunan kelapa sawit menjadi tantangan yang harus dicermati. terutama terkait isu lingkungan hidup dan keberlanjutan.

Standardisasi ini tidak hanya menjadi tuntutan pembeli. Hal ini menyangkut kepentingan berbagai pihak, mulai dari lem-baga swadaya masyarakat (LSM) intemasional yang bergerak di ranah lingkungan hidup hingga lembaga konsultan intema­sional.

Namun, bukan sekadar tunduk pada standardisasi global, Indonesia juga perlu memiliki standardisasi pengelolaan per­kebunan dan industri kelapa sawit yang berkelanjutan. Untuk itu, pada 2011, pemerintah mengeluarkan kebijakan penge­lolaan perkebunan dan industri kelapa sawit secara berke­lanjutan.

Sistem pengelolaan perkebunan dan industri kelapa sawit secara berkelanjut­an di Indonesia atau Indonesian Sus­tainable palm oil(ISPO) ter-sebut berpedoman pada Per-aturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 19 Ta­hun 2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa sawit Berkelanjutan Indonesia Permentan No 19/2011 ke-mudian direvisi dengan Per­mentan No 11/2015 tentang Sistem Sertifikasi Kelapa sawit Berkelanjutan Indonesia

Kerja keras

Persoalannya, bagaimana standardisasi ISPO dapat memperoleh pengakuan di tingkat global, terutama dari pembeli di luar negeri yang membutuhkan minyak kelapa sawit dari Indonesia? Di sini dibutuhkan keija keras semua pemangku kepentingan pada sektor perkebunan dan industri kelapa sawit.

Kerja keras itu tidak hanya terkait dengan upaya mening-katkan kualitas standardisasiISPOdan perluasan sertifikasi kepada para produsen sawit dan minyak kelapa sawit. Pelaku usaha minyak kelapa sawit nasional dan pemerintah juga perlu memiliki komitmen dan semangat bersama untuk meyakinkan para pembeli di luar negeri dan pemerintah di negara tujuan ekspor melalui negosiasi perdagangan.

Pembeli dan pemerintah di negara tujuan ekspor perlu diyakinkan bahwa Indonesia sebagai produsen terbesar minyak kelapa sawitmampu meningkatkan kualitas standarISPOdan sertifikasi ISPO, produktivitas petani dan perkebunan sawit, kesejahteraan petani, serta penciptaan lapangan kerja

Upaya meyakinkan para pembeli di luar negeri itu antara lain dilakukan pada forum-forum intemasional, juga perlu di- upayakan melalui kantor-kantor perwakilan Indonesia di luar negeri atau Kedutaan Besar RI (KBRI) di luar negeri.

Dengan kerja keras semua pemangku kepentingan tersebut, diharapkan pembeli di luar negeri semakin mengakui kualitas dan standardisasi perkebunan dan industri kelapa sawit di Indonesia Indonesia, sebagai produsen kelapa sawit terbesar, perlu semakin berdaulat dalam percaturan forum internasional.

(FERRY SANTOSO)

 

Sumber: Kompas