Jakarta – Delegasi gabungan Indonesia gencar mempromosikan kelapa sawit kepada kalangan bisnis di Swiss dalam bentuk Indonesia Business Forum “Sustainable “Palm Oil- in Global Market” di Gedung -Zunfthaus zur Meisen, Zurich, 28 September 2017.

Difasilitasi oleh Kedutaan Besar Republik (KBRI) Bern-Swiss, delegasi gabungan dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Luar Negeri, Council of Palm Oil Producing Countries (CPO-PC), Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mempromosikan kebaikan kelapa sawit dan melawan kampanye hitam dengan fakta ilmiah di hadapan sekitar 50 (lima puluh) wakil perusahaan terkemuka anggota Swiss Asian Chamber of Commerce (SA-CC), seperti Migros Genos  senschafts Bund, Syngenta Crop Protection AG, Nutri swiss AG, dan Association of Swiss Chocolate Manufacturers, berdasarkan keterangan tertulis dari KBRI Bem, Swiss yang diterima di Jakarta, dis dm dari Antara.

“Kelapa sawit adalah berkah Tuhan bagi negara-negara tropis, karena hanya tumbuh di sekitar 10 derajat utara atau selatan khatulistiwa,” ujar Mahendra Siregar, Executive Director Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) membuka presentasinya. “Tidak heran Indonesia menguasai sekitar55 persen produksi sawit dunia atau jauh meninggalkan Malaysia yang hanya 29 persen,” kata dia.

Ia mengatakan sawit menghasilkan 4-10 kali lebih banyak minyak perhek-tar dibandingkan dengan komoditas vegetables oil lainnya, seperti minyak ra-peseed dan minyak bunga matahari yang merupakan komoditas khas Eropa.

Di banyaknegara Eropa, sawit mendapatkan tantangan kampanye hitam dan penolakan dari beberapa organisasi dengan alasan bermacam-ragam, dari mulai deforestasi, ekosistem, hingga korupsi dan pelanggaran HAM.

Dirjen Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, yang jugamenjadi pembicara pada Indonesia Business Forum di Zurich mengatakan untuk meningkatkan daya saing dan menjawab tantangan perdagangan internasional, Pemerintah Indonesia telah mewajibkan sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) se-jak2011 dengan melibatkan perwakilan dari pemerintah, LSM, akademisi, dan kalangan bisnis.

Hal senada juga dipertegas oleh Paulus Tjakrawan dari Asosiasi Produsen Bio-fuel Indonesia (APROBI) bahwa dibandingkan produk vegetables oil lainnya, sawit adalah satu-satunya vegetables oil yang paling banyak sertifikasinya, yaitu CSPO (Certified Sustainable Palm Oil), ISCC (International Sustainability Carbon Certification), ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), dan MSPO (Malaysian Sustainable Palm Oil).

Harry Hanawi dari Asosiasi Industri MinyakMakan Indonesia (AIMMI) mengatakan dari tinjauan kesehatan, minyak sawit terbukti memiliki kandungan vitamin A dan E lebih tinggi dibanding vegetables oil lainnya, tetapi mengandung kolesterol lebih rendah. “Dengan kata lain, tuduhan negatif terhadap sawit semata-mata merupakan strategi persaingan bisnis dari negara kompetitor,” kata dia.

Barbara Mckli-Schneider dari Swiss Asia Chamber of Commerce (SACC) mengaku mendapatkan pencerahan yang sangat komprehensif tentang sawit yang selama ini cenderung negatif di Swiss.

Meskipun Swiss bukan merupakan anggota Uni Eropa (UE), tetapi kebijakan UE berpengaruh cukup besar terhadap kebijakan Swiss, mengingat UE merupakan mitra dagang utama Swiss. Selain itu, pelarangan totr.il penggunaan biofuel dari kelapa sawit oleh Norwegia pada Juni 2017 juga dikhawatirkan akan mempengaruhi Swiss, dimana Swiss bersama dengan Norwegia, Islandia, dan Liechtenstein merupakan anggota European

Free Trade Association (EF-TA) yang beroperasi secara pararel dengan UE dan juga terlibat pada Europ ean single market.

Sementara itu, Duta esar RJ untuk Swiss, Unggawaty Hakim mengatakan meskipun berada di tengah Eropa, Swiss mengadopsi pendekatan, positif terhadap komodjtas kelapa sawit khususnya dari Indonesia. Alih alih memboikot sawit seperti Norwegia, lanjut dia, Swiss malah secara aktif menyalurkan bantuan pembangunan dan pembinaan bagi produksi berkelanjutan kelapa sawit di Indonesia.

Indonesia Business Forom di Zurich ini diadakan sebagai rangkaian kunjungan delegasi kelapa sawit Indonesia ke Swiss untuk tujuan utama mendobrak hambatan non-tarif dan diskriminasi terhadap sawit dimana pada tanggal 26-27 September 2017 menghadiri forum publik World Trade Organization (WTO) dan pertemuan dengan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) di Jenewa.

 

Sumber: Harian Ekonomi Neraca