PEMERINTAH Indonesia telah berkomitmen untuk terlibat aktif dalam Paris Agreement melalui berbagai kebijakan penerapan energi baru terbarukan (EBT). Kebijakan tersebut merupakan upaya pengurangan pemanasan global dengan mengontrol penggunaan energi fosil agar tercipta pembangunan yang berkelanjutan.

Direktur Jenderal (Dirjen) Energi Baru Terbarukan dan Konsevasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral FX Sutijastoto mengatakan wujud komitmen tersebut ialah target 23% bauran EBT pada 2025 beserta strategi-strategi agresifnya.

“Kita sudah komit mengikuti Paris Agreement untuk mengurangi pemanasan global. Strateginya itu dengan mengembangkan EBT, konservasi energi, dan substitusi fosil fuel yang kita lakukan,” ungkapnya di Jakarta, kemarin.

Dijelaskannya, hingga saat ini Indonesia sudah mencapai 10% penggunaan EBT. Pencapaian target 23% dalam lima tahun ke depan perlu didorong dengan strategi-strategi agresif yang bisa meningkatkan penggunaan EBT, sekaligus mengurangi penggunaan energi konvensional seperti energi fosil.

“Untuk pembangkit, kita dorong misalnya danau-danau ini nanti kita pasang floating solar energy. Kemudian lahan-lahan bekas tambang kita manfaatkan untuk PLTS ataupun juga tanaman energi. Kemudian kita kembangkan biomassa sekaligus untuk pembangun listrik atau dicampurkan dengan batu bara, baik transportasi maupun industri,” jelas Sutijastoto.

Lebih lanjut, hingga saat ini yang menjadi tantangan utama dari pengembangan dan pemanfaatan EBT ialah kebiasaan berpikir masyarakat yang masih lebih memilih menggunakan energi fosil. Bahkan, meskipun mengetahui bahwa sebagian besar pasokan bahan bakar fosil merupakan hasil impor, masih saja energi jenis itu menjadi pilihan utama.

“Ini BBM yang untuk transportasi kita kurangi untuk nabati atau pakai CPO. Sekarang biodiesel sudah 30%, sesuai dengan arahan Bapak Presiden akan dikembangkan B-40 dan B-50,” ujarnya.

 

Sumber: Media Indonesia