Pemerintah memperkuat kendali untuk “menstabilkan harga. Mencakup jalur distribusi dan kesediaan stok. Kuncinya di koordinasi antarkementerian dan lembaga.

Menjaga stabilitas harga pangan sebenarnya cukup sederhana. Sebagaimana prinsip ekonomi, pemerintah hanya perlu menjaga keseimbangan antara jumlah pasokan dan kebutuhan masyarakat (supply and demand). Tapi, pelaksanaannya tak semudah itu. Sifat komoditas pangan, khususnya hasil pertanian holtikultura, mudah sekali rusak. Pasokannya bergantung pada faktor cuaca.

Ketidakpastian pasokan berdampak pada inflasi yang dipicu oleh komponen bergejolak atau biasa disebut volatile food. Inflasi komponen bergejolak ini selain karena faktor alam, juga karena pengaruh kenaikan harga komoditas pangan level domestik dan global.

“Perlu pengelolaan stok/pasokan pangan nasional yang didukung data up tn dtitc, akurat, serta koordinasi yang baik,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Tjahja Widayanti, kepada GATRA.

Koordinasi itu penting, khususnya antarkementerian dan lembaga sena pelaku usaha. Dengan begitu, kebijakan dapat diimplementasikan secara tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat sasaran. Pemerintah, menurutnya, juga perlu dukungan dari masyarakat dalam bentuk pergeseran pola konsumsi pangan dari bentuk segar ke bentuk olahan/beku sehingga pasokan pangan dapat disimpan lebih lama, dan didistribusikan sesuai keperluan.

Stabilisasi harga dan pasokan pangan, Tjahja melanjutkan, dilakukan terus-menerus dengan meningkatkan intensitas pada festive season (Ramadan, Idul Fitri, Natal, Tahun Baru), serta saat periode paceklik maupun panen raya. “Tiap hari pemantauan harga dan stok dilakukan,” katanya.

Sebagai contoh, untuk komoditas beras, periode akhir tahun sampai Febru-ari/Maret tahun berikutnya merupakan masa-masa paceklik beras. Untuk mengantisipasinya dengan operasi pasar, pada masa panen raya pemerintah melalui Bulog perlu mengadakan dan menguatkan cadangan beras. Caranya, dengan menyerap produksi petani untuk keperluan operasi pasar saat paceklik atau kenaikan harga.

Kemendag berkoordinasi dan bersinergi dengan satgas pangan dalam dalam rangka ketersediaan stok/pasokan dan stabilisasi harga pangan. Upaya preventif perlu dikedepankan kepada para pelaku usaha supaya kondisi iklim usaha tetap kondusif. “Semua pihak harus dirangkul dan dibina, karena kita perlu peran inereka dalam menjaga ketersediaan stok/pasokan dan stabilitas harga pangan,” katanya.

Sebelum Ramadan dan Lebaran, Kemendag melakukan langkah yang terbilang sukses. Yaitu, mematok harga eceran tertinggi pada Mei lalu. HET yang diatur melalui Permendag Nomor 27 perihal harga acuan barang pokok mengatur tiga komoditas, yakni minyak goreng dalam kemasan sederhana, gula pasir, dan daging. HET wajib dipatuhi retail modern supaya menjadi price lender bagi pasar tradisional untuk tidak menjual dengan harga lebih tinggi.

Sementara Direktur Utama Bulog, Djarot Kusumayakti, mengakui sementara ini pemerintah tidak memiliki cukup distributor. Distribusi selama bertahun-tahun lebih banyak diserahkan kepada pihak swasta melalui mekanisme pasar. Kondisi ini, ia melanjutkan, membual pemerintah tak leluasa mengatur rantai distribusi barang atau makanan sesuai keinginan pemerintah. “Distributor swasta memiliki rantai distribusi yang terlalu panjang,” ungkapnya. Tentu hal itu berdampak pada harga komoditas. Bulog saat ini sedang mengkaji dan menyeleksi pihak swasta yang satu visi dengan pemerintah.

Langkah selanjutnya adalah Bulog berupaya membangun saluran distribusi baru dengan skema rumah pangan kita (RPK). Sebuah jaringan distribusi pangan berskala kecil dengan menggerakkan ekonomi masyarakat sesuai kapasitas dan kemampuannya. Semacam warung yang menjual beraneka bahari pangan. Misal, seseorang yang tidak bekerja tetapi memiliki lahan di depan rumah, dapat membangun RPK.

“Jadi selain bisa menjadi distributor pangan, mereka mendapat perkerjaan dan keuntungan,” Djarot menimpali. Bahari pangan yang dijual di RPK merupakan komoditas yang distribusinya diatur Bulog. Ke depan Djarot berharap Bulog dapat menyuplai bahan pangan yang dibutuhkan masyarakat sekitar RPK.

Skema ini, menurutnya, teruji ketik;] menghadapi Ramadan dan Idul Fitri. HPS menyebutkan, inflasi selama Juni 2017, ketika Ramadan, menyentuh 0,69%. Angka inflasi ini relatif rendah dibandingkan dengan periode Lebaran 2014-2016. Stabilitas inflasi terjadi karena pemerintah mendukung mempertahankan pasokan pangan supaya harga kebutuhan tidak terlalu naik selama Puasa dan Lebaran. “Ketersediaan dan harga aman, masyarakat tenang karena ketika Puasa dan Lebaran enggak memikirkan harga tinggi,” katanya.

Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, kepada Gatra, mengatakan untuk menjaga pasokan pangan, yang sedang dilakukan adalah meningkatkan produktivitas petani. Tahapannya, food security, cost efficiency, food sovereignty, dan family welfare. “Kita sedang berpikir ke arah sana,” katanya. Supaya itu tercapai, regulasi infrastruktur dan investasi perlu dibenahi. Baru kemudian menertibkan tata niaga dan ekspor. “Kita bedah sani per satu, kua ikuti sampai ujung,” tambahnya.

Misalnya, dahulu untuk menangani serangan hama harus melalui proses tender. Sementara, semakin lama tidak langsung ditangani kerugian akan semakin besar. Ini adalah contoh kesalahan yang menurutnya fatal. Sekarang, jika ada serangan hama langsung menurunkan bantuan melalui penunjukan langsung. “Kalau tender, habis tanaman. Tikus enggak pernah mengatakan, tunggu dulu lagi tender,” ungkapnya.

Berikutnya, refocusing anggaran. Anggaran kegiatan yang tidak berkaitan langsung pada peningkatan produksi dipangkas. Misalnya, biaya perjalanan dinas dan seremonial gunting pita. Sebelumnya, anggaran untuk petani lebih kecil dibandingkan operasional. Untuk biaya perjalanan dinas saja, misalnya, ia mengaku memangkas hingga Rp 800 milyar. “Semua yang bukan faktor penentu produksi kita hilangkan,” Amran menegaskan.

Anggaran itu kemudian dialihkan untuk alat mesin pertanian. Bentuknya seperti alat tanam, traktor, dan alat panen. Fungsinya untuk menekan biaya produksi dan waktu tanam yang efisien. Kesimpulannya, pendapatan petani berpotensi dinaikkan dan biaya operasional dikurangi. Kesejahteraan petani karena bantuan teknologi dan bibit unggul yang terjaga. “Petani harus untung. Konsumen harus tersenyum. Middle man boleh untung tapi jangan seenaknya,” katanya.

 

Sumber:  Gatra