Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menyatakan bahwa konsumsi biodiesel domestik pada tahun depan dengan adanya program wajib pencampuran biodiesel 30% (B30) akan mencapai 8,09 juta ton atau sekitar 9,40 juta kiloliter (kl). Serapan minyak sawit mentah (crudepalm oil/ CPO) untuk program biodiesel tersebut juga diprediksi pada level setara atau sekitar 8 juta ton.

Paulus Tjakrawan menjelaskan, tahun ini konsumsi biodiesel di pasar domestik dengan berjalannya program B20 diestimasi total mencapai 6,20 juta kl. Dengan kapasitas terpasang sekitar 12 juta kl dan utilisasi sekitar 80-90% maka ruang untuk ekspor biodiesel diperkirakan semakin tipis. “Kemungkinan, pada tengah tahun depan ada tambahan kapasitas yang siap beroperasi, sekitar 1 juta kl. Saya mengundang para pemain biodiesel/ minyak sawit agar mau berinvestasi membangun industri biodiesel di Indonesia,” kata Paulus saat pelaksanaan 15th Indonesian palm oil Conference (IPOC) 2019 and 2020 Price Outlook di Nusa Dua, Bali, belum lama ini.

Direktur Eksekutif ISTA Mielke GmbH (Oil World) Thomas Mielke menjelaskan, meski diyakini tidak akan terlaksana secara penuh setahun (sejak awal Januari 2020), program B30 Indonesia akan menggerakkan harga menjadi lebih tinggi. “Stok yang sebelumnya tinggi mengkompensasi produksi yang rendah, sementara permintaan tetap tumbuh. Lalu, pasar akan bereaksi dan harga terdongkrak. Jika naik terlalu cepat dan tinggi, pangsa pasar minyak sawit akan berkurang. Tapi, produksi minyak subtitusi juga tidak terlalu tinggi,” kata Mielke.

Menurut Mielke, rerata harga CPO pada periode Januari-Juni 2020 akan bergerak pada level US$ 650-700 (FOB). Sementara produksi CPO pada 2020 diperkirakan naik 1,80 juta ton menjadi 45,40 juta ton dari 2019 yang diproyeksikan 43,60 juta ton atau naik 2 juta ton dari 2018. Produksi 2020 akan dipengaruhi penggunaan pupuk lebih rendah, kekeringan, pertanaman baru lebih rendah, minimnya peremajaan dan tenaga kerja. “Indonesia sukses
dengan program biodieselnya. Tapi, dunia juga bergantung pada Indonesia sebagai eksportir minyak sawit. Jadi, kalau bicara B30 dan B50, jangan lupa ada konsumen di luar sana yang bergantung pada Indonesia,” jelas dia. Karena itu, ujar dia, Uni Eropa (UE) bukan isu yang menjadi perhatian. Namun yang menjadi perhatian adalah bagaimana seharusnya program biodiesel Indonesia bisa fleksibel sehingga tetap dapat memenuhi kebutuhan dunia serta menyeimbangkan kebutuan sektor pangan dan biodiesel. “Alasannya adalah karena tidak ada negara lain di dunia yang bisa mengkompensasi penurunan pasokan minyak sawit Indonesia,” kata Thomas Mielke.

 

Sumber: Bisnis Indonesia