JAKARTA – Konsumsi minyak sawit domestik diperkirakan mencapai 12,76 juta ton tahun ini, atau melonjak 15,37% dari realisasi 2017 yang sebanyak 11,06 juta ton. Lonjakan konsumsi tersebut terjadi seiring meningkatnya permintaan minyak sawit untuk bahan baku makanan dan lemak khusus (specialty fats), oleokimia dan bahan dasar sabun (soap noodle), serta biodiesel.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, total produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak kernel (crude palm kernel 01//CPKO) nasional tahun ini diperkirakan” mencapai 46,31 juta ton atau meningkat dari 2017 yang tercatat sebanyak 41,98 juta ton. “Konsumsi minyak sawit di dalam negeri sepanjang 2018 bisa mencapai 12,76 juta ton,” ungkap dia di sela dialog dan seminar tentang Tantangan Bisnis Keberlanjutan dalam Meningkatkan Kinerja Ekspor Kelapa sawit di Jakarta, pekan lalu.

Konsumsi minyak sawit tersebut terutama didominasi untuk kebutuhan pangan. Rinciannya, sebanyak 8,41 juta ton untuk makanan dan specialty fats, sebanyak 845 ribu ton untuk oleokimia dan soap noodle, serta 3,50 juta ton untuk kebutuhan biodiesel. Pada 2017, tutur Sahat, konsumsi minyak sawit domestik untuk makanan dan specialty fats tercatat sebanyak 8,15 juta ton, oleokimia dan soap noodle sebanyak 688 ribu ton dan biodiesel 2,22 juta ton.

Dalam kesempatan yang sama. Direktur Eksekutif Council ofpalm oilProducing Countries (CPOPC) Mahendra Siregar mengatakan, sejak 2016 Indonesia merupakan negara produsen dan konsumen minyak sawit terbesar di dunia. Tidak banyak yang bisa kompetitif sekaligus menjadi konsumen terbesar. Artinya, pengaruh Indonesia bisa lebih besar lagi. Di sisi lain, tantangan minyak sawit juga masih banyak karena semakin besar maka semakin kompetitif,” kata Mahendra.

Secara terpisah, Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Derom Bangun memperkirakan, produksi CPO nasional pada Maret 2018 mencapai 3,60 juta ton. Sedangkan, volume ekspor diprediksi mencapai 2,50 juta ton dan konsumsi dalam negeri sebanyak 1 juta ton. Dengan demikian, stok minyak sawit pada Maret 2018 berkisar 3,60 juta ton. “Setelah Februari 2018, produksi mengalami tren naik ke Maret dan April. Sedangkan ekspor bisa dikatakan biasa-biasa saja, tapi hari kerja pada Maret lebih banyak dari Februari,” kata Derom. Terkait dampak Lebaran terhadap ekspor, Derom mengatakan, efeknya akan dapat terpantau pada Mei 2018. “Efek menjelang Lebaran baru akan lebih terasa pada April dan Mei,” kata Derom.

Dampak Puasa-Lebaran

Sementara itu, Wakil Ketua Umum ni Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) bidang Urusan Perdagangan dan Keberlanjutan Togar Sitanggang mengatakan, masa Puasa-Lebaran tidak akan berdampak signifikan terhadap ekspor minyak sawit Indonesia. Kecuali, apabila permintaan di pasar seperti Bangladesh dan Pakistan melonjak, sedangkan di negara lain turun. “Efeknya tidak akan signifikan, namun kenaikan kemungkinan hanya sekitar 5% yang akan terlihat sebulan sebelum Lebaran,” ungkap Togar Sitanggang.

Terhadap produksi, lanjut Togar Sitanggang, akan terjadi penurunan angka pada masa Puasa-Lebaran. Pasarnya, jumlah hari kerja lebih pendek dan pada saat Puasa buah tidak dipanen dan para pekerja atau petani mudik untuk Lebaran. Namun demikian, setelah Lebaran diperkirakan produksi meningkat. Artinya, Puasa-Lebaran tidak berdampak pada penurunan produksi dalam setahun secara signifikan. Sebab, yang terjadi hanyalah panen yang tertunda. Meski akan ada dampak terhadap rendemen, produksi pada akhirnya akan kembali norniaL

Untuk ekspor CPO dan produk turunannya, sepanjang Januari-Maret 2018, berturut-turut sebanyak 2,50 juta ton, lalu 2,20 juta ton, dan 2,20 juta ton, artinya terjadi kenaikan pada Maret dari Februari meski tipis. Jika dibandingkan dengan 2017, posisi ekspor pada masing-masing bulan secara berurutan adalah 2,50 juta ton, lalu 2,40 juta ton, dan 2,30 juta ton. Ekspor 2017 posisinya bagus dibandingkan 2016 dan tahun ini ekspor seperti prediksi awal tahun setidaknya akan naik 5-10%.

Terkait rencana Tiongkok yang akan menambah pembelian minyak sawitd ari Indonesia hingga 500 ribu ton. Togar mengatakan, diperlukan tindak lanjut oleh pemerintah. Dengan begitu, pengusaha sawit Indonesia dapat melanjutkan dengan skema business to business (B to B). Tambahan volume tersebut kemungkinan berupa refined product untuk pangan,” kata Togar.

Damiana Simanjuntak

 

Sumber: Investor Daily Indonesia