JAKARTA – Konsumsi minyak sawit domestik pada Januari-Mei 2020 mencapai 7,34 juta ton, atau naik 3,60% dari periode sama tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut sejalan dengan kebijakan pemerintah yang konsisten dalam mengimplementasikan program mandatori biodiesel 30% (B30) di Tanah Air.

Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha kelapa sawit Indonesia (Gapki) Mukti Sardjono mengatakan, membaiknya permintaan domestik telah menjadi penyeimbang bagi kinerja industri sawit di tengah lesunya pasar global. Kegiatan ekonomi Indonesia yang mulai pulih diharapkan ke depan semakin meningkatkan permintaan sawit untuk pangan, oleokimia, dan biodiesel. “Konsumsi minyak sawit domestik membaik, jika dibandingkan pada Januari-Mei 2019, konsumsi domestik pada periode sama tahun ini mencapai 7,34 juta ton atau tumbuh sebesar 3,60%,” kata Mukti Sardjono di Jakarta, kemarin.

Dalam catatan Gapki, konsumsi minyak sawit domestik pada Mei 2020 masih positif, meski turun tipis 1,60% menjadi 1,38 juta ton dari April 2020 sebesar 1,40 juta ton. Konsumsi produk pangan, yakni minyak makan dan lainnya, turun 8,40% atau 61 ribu ton menjadi 664 ribu ton. Namun, konsumsi biodiesel dan oleokimia
tercatat mengalami peningkatan. “Konsumsi dalam negeri secara total masih positif di tengah berlakunya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Salah satu peningkat konsumsi adalah oleokimia yang naik 31,40%. Konsumsi biodiesel meningkat 23,20% karena didukung kebijakan pemerintah yang konsisten dalam mengimplementasikan mandatori B30,” ungkap Mukti.

Untuk produksi minyak sawit Mei 2020 mencapai 3,62 juta ton atau turun 1,90% dari April 2020, konsumsi domestik juga turun 1,60% menjadi 1,38 juta ton. Apabila dibandingkan Januari-Mei 2019, produksi minyak sawit nasional Januari-Mei 2020 mencapai 19 juta ton atau 14% lebih rendah, konsumsi domestik 7,33 juta ton atau naik 3,60%, ekspor 12,74 juta ton atau turun 13,70%, namun nilai ekspornya naik dari US$ 7,99 miliar menjadi US$ 8,44 miliar. “Produksi Mei yang lebih rendah dari April 2020 masih disebabkan efek kemarau panjang 2019 dan pengaruh musiman,” ujar Mukti.

Sementara itu, ekspor minyak sawit nasional pada Mei 2020 turun 8,30% menjadi 2,43 juta ton dari April 2020. Penurunan ekspor terutama pada refined paint oil, yang secara umum disebabkan selisih harga minyak sawit dengan minyak kedelai yang kecil. Penurunan ekspor pada Mei 2020 terjadi pada minyak sawit mentah {crude paint oz7/CPO) yang turun 15% (96 ribu ton) menjadi 515 ribu ton dan olahan CPO turun 8,60% (139 ribu ton) menjadi 1,46 juta ton. Sementara ekspor minyak kernel (PKO) dan olahan PKO tumbuh 10% (13 ribu ton) menjadi 142 ribu ton dan oleokimia tumbuh tipis 0,30% (1.000 ton) menjadi 312 ribu ton.

Penurunan ekspor CPO terbesar Mei terjadi pada pasar Tiongkok 21% (87.700 ton), Uni Eropa 16,62% (81.500 ton), Pakistan turun 23,40% (47 ribu ton), dan ke India 9,20% (38.600 ton). Penurunan ekspor ke Tiongkok akibat meningkatnya pabrik oil seed crushing khususnya untuk kedelai yang cukup besar sehingga pasokan minyak nabati Tiongkok masih tinggi. Meski begitu, ada beberapa negara tujuan ekspor yang menunjukkan kenaikan, seperti Mesir yang naik 81% (42 ribu ton) dari April 2020, Ukraina naik 99% (31 ribu ton), Filipina naik 73% (29 ribu ton), Jepang 35% (19 ribu ton), dan ke Oman 85% (15 ribu ton).

Sementara itu, untuk harga CPO masih menunjukkan penurunan dari rata-rata US$ 564 per ton pada April menjadi US$ 526 per ton (Cif Rotterdam) pada Mei. Demikian juga dengan nilai ekspornya turun US$ 165 juta menjadi US$ 1,47 miliar. Mukti menjelaskan permintaan minyak nabati dunia diperkirakan mulai naik, seiring dengan kegiatan perekonomian Tiongkok, India dan sejumlah negara lain yang mulai pulih.

Permintaan Dunia

Sementara itu, Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Kasan menyampaikan, permintaan produk sawit dunia mulai naik yang ditandai dengan naiknya harga CPO pada Juli menjadi US$ 662 per ton dari bulan sebelumnya US$ 569 per ton. “Saya kira di situasi Covid-19 ini, negara tujuan ekspor yaitu Tiongkok sudah mulai ke arah pemulihan, kemudian indikasinya adalah harga Juli untuk referensi pungutan sawit dibandingkan Juni itu perlahan naik,” kata Kasan kepada Antara, kemarin.

Menurut Kasan, permintaan juga akan naik seiring pulihnya beberapa negara tujuan ekspor sawit RI yakni India, Pakistan, dan Bangladesh, dari dampak Covid-19. Negara-negara yang menyerap sawit asal RI paling besar adalah India, Tiongkok, Pakistan, Bangladesh, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Pulihnya ekonomi negara-negara tersebut akan membuat masyarakatnya kembali beraktivitas dan kebutuhan akan minyak nabati, salah satunya minyak sawit akan kembali naik, sehingga ekspor produk sawit RI akan meningkat.

Indonesia akan mempertahankan pasar-pasar tradisional tujuan ekspor sawit tersebut, sambil mencari peluang ekspor di pasar-pasar baru. Namun, Kemendag akan berupaya mencari peluang pasar ekspor untuk produk unggulan asal RI ini ke negara-negara lain, di antaranya Timur Tengah dan Afrika, yang dinilai memiliki potensi pasar ekspor besar. Kemendag optimistis produk minyak sawit RI dapat tetap menjadi primadona ekspor mengingat kualitas dan harganya yang mampu bersaing di pasar global.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia