Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tengah menelusuri realisasi kemitraan perusahaan sawit untuk mengalokasi 20 persen dari total luas lahan usaha perkebunan untuk pembangunan kebun masyarakat.
Komisioner KPPU, Guntur Saragih menjelaskan pihaknya mencurigai bahwa perusahaan pemegang Izin Usaha Perkebunan (IUP) tidak benar-benar merealisasikan kewajiban yang sudah diatur dalam UU No. 39/2014 tentang Perkebunan itu.
Hal itu karena hingga saat ini Kementerian Pertanian melalui Ditjen Perkebunan belum memiliki data pasti anggota pekebun plasma yang mendapat kemitraan.
“Apabila pemberi izin, yakni pemerintah tidak memiliki data tersebut, cukup aneh. Kenapa bisa memberikan izin tanpa memastikan ini 20 persen dan siapa anggota plasmanya. Itu benar-benar riil atau tidak, atau itu bodong?,” kata Guntur dalam diskusi forum di Kantor KPPU Jakarta, Selasa.
Namun demikian, KPPU masih menunggu inventarisasi data yang dihimpun Kementerian Pertanian mengingat pemberian izin berada di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Seksi Pembinaan Usaha Perkebunan Berkelanjutan Kementerian Pertanian Prasetyo Jati, mengatakan saat ini Kementan sedang menginventarisasi izin-izin usaha perkebunan sejak 2007.
“Secara regulasi dari pemberi izin, pemberi izin yang diberikan laporan ke kementerian, tidak semuanya pemberi izin dan perusahaan melapor ke kami,” kata Prasetyo.
Guntur menambahkan bahwa realisasi kemitraan perkebunan sawit ini bukan lagi berada di tindak pencegahan, namun pada penegakan hukum. Oleh karena itu, KPPU tidak segan memberi sanksi terhadap perusahaan yang terbukti tidak melakukan kemitraan dengan pekebun swadaya sebesar 20 persen lahan.
“Sanksi yang diberikan bisa sampai menutup izin usaha. Lembaga pemberi izin pun wajib menjalankannya maksimal 30 hari setelah keputusan inkrah,” kata Guntur.
Sumber: Antaranews.com