InfoSAWIT, TERNATE – Bukan lagi menjadi rahasia umum, bahwa perkembangan industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia tercatat semakin pesat, tidak terkecuali perkembangannya di Provinsi Maluku Utara khususnya di tiga lokasi yaitu Halmahera Selatan, Halmahera Tengah dan Halmahera Timur.

Sebab itu, guna memberikan infromasi dan fakta yang benar mengenai perkebunan kelapa sawit, khususnya di Provinsi Maluku Utara, Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (MAKSI) bersama Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang di dukung sepenuhnya oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), menyelenggarakan kuliah umum dengan tema “Sawit Goes to Campus: Membangun Kebanggaan Generasi Penerus Terhadap Keunggulan Sawit”.

Dalam paparannya, Ketua MAKSI, Darmono Taniwiryono menjelaskan, bahwa sawit memiliki peranan penting sebagai pelengkap dan percepatan asupan pro vitamin A dan Vitamin E terutama di era pandemi Covid-19.

Lebih lanjut kata dia, buah sawit kaya akan fitonutrien sebagai antioksidan dan anti-inflamasi. Fitonutrien juga dapat meningkatkan kekebalan dan meningkatkan komunikasi antar sel, memperbaiki kerusakan DNA akibat paparan racun, mendetoksifikasi karsinogen, dan mengubah metabolisme estrogen.

“Lemak jenuh yang terdapat pada sawit sangat dibutuhkan sel-sel sebab membran sel dilindungi oleh dua pasang lapisan lemak (fatty bilayers) selain itu organel di dalam sel juga membutuhkan fatty bilayers,” katanya dalam keterangan resmi diterima InfoSAWIT.

Sementara, Wakil Sekjen GAPKI, Agam Fatchurrochman Menjelaskan, kelapa sawit merupakan tanaman strategis yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan perkembangannya mengalahkan negara tetangga Malaysia sejak 2005.

Lantas, dari segi penerapan praktik sawit berkelanjutan, Indonesia merupakan produsen sawit yang lahan perkebunan kelapa sawitnya telah disertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) lebih dari 2 juta ha, dan sebanyak 4,5 juta ha kebun sawit yang telah mengantongi sertifikat Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).

Dengan sebanyak 668 perusahaan yang telah memperoleh sertifikat ISPO, serta 410 diantara perusahaan yang telah memperoleh sertifikat ISPO tersebut adalah anggota Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonsia (GAPKI). “Fakta ini mematahkan argumen beberapa pihak yang mengatakan bahwa tanaman sawit tidak sustainable,” tutur Agam.

Komite Litbang BPDPKS Kemenkeu, Arief Rahmad Maulana Akbar, menjelaskan bahwa dalam 24 jam kehidupan kita tidak terlepas dari produk turunan yang dihasilkan sawit seperti pakaian, perlengkapan mandi, kosmetik dan bahkan makanan.

Arief juga memaparkan bahwa industri sawit Indonesia akan dihadapkan pada tantangan seperti isu lingkungan & sosial, isu kesehatan dan keamanan pangan, ketergantungan pada teknologi asing, trend berkurangnya TK perkebunan, gap produksi di perkebunan dan diversifikasi produk turunan dan pasar terbatas. Road map penelitian juga disampaikan oleh Arief dimana riset-riset yang sedang berjalan diantara untuk peningkatan produktivitas/efisiensi, peningkatan aspek sustainability dan awareness terhadap lingkungan serta penciptaan produk/pasar baru. (T2)

 

Sumber: Infosawit.com