InfoSAWIT, JAKARTA – Diungkapkan Ricky Amukti dari Traction Energy Asia mengatakanmenempatkan pekebun mandiri kelapa sawit dalam rantai pasok biodiesel sangat dimungkinkan, terlebih Pekebun sawit mandiri menguasai 40% dari total luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia. “Namun mereka sama sekali tidak mendapat manfaat dari program biodiesel secara langsung selama ini,” kata Ricky.

Lebih lanjut kata dia, dengan memasukkan pekebun sawit mandiri dalam rantai pasok produksi biodiesel akan membantu meningkatkan kesejahteraan dan memberantas kemiskinan. Termasuk, mengurangi resiko deforestasi dan menjaga hutan alam yang tersisa dan menggunakan TBS kelapa sawit yang dihasilkan dari lahan pekebun sawit mandiri dapat mengurangi emisi dari keseluruhan daur produksi biodiesel.

Sampai saat ini kondisi rantai pasok TBS dari Petani ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) bervariasi. Panjangnya rantai pasok TBS mengurangi keuntungan petani swadaya. “Dengan mandatori biodiesel ini bisa menjadi momentum dalam upaya perbaikan rantai pasok dari petani,” kata Ricky dalam FGD Sawit Berkelanjutan Vol 8, bertajuk “Peranan BPDPKS Mendorong Petani Kelapa Sawit Suplai Bahan Baku Biodiesel,” Kamis (10/6/2021) yang diselenggarakan InfoSAWIT, di Jakarta.

Biasanya keengganan PKS menempatkan pekebun mandiri sebagai pemasok bahan baku (PKS) terkait karakteristik usahanya, dimana rata – rata, skala usaha pekebun mandiir masih terbatas (rata-rata luas lahan di bawah 3 ha dan modal kerja/usaha terbatas), pengelolaan/manajemen usaha tradisional, tingkat produktivitas rendah (volume panen TBS per 1 ha kurang dari 3 ton), mutu TBS rendah (tingkat rendemen di bawah 20%), dan Kinerja usaha kurang efisien (biaya produksi lebih tinggi terhadap pendapatan operasional.

Maka muncul hambatan eksternal yang dihadapi pekebun mandiri, yakni akses pasar terbatas dan Harga jual TBS tidak sebanding biaya pokok produksi. “Satu-satu solusi untuk menjamin kelangsungan usaha pekebun mandiri adalah dengan memberi jaminan pasar,” kata Ricky.

Sebab itu, pengadaan TBS dari Pekebun Mandiri yang dilakukan PKS sebaiknya dengan menempatkan Pekebun Mandiri sebagai pelaku rantai pasok CPO melalui Kerjasama Kemitraan berbasis karakteristik usaha, dimana kemitraan antara pekebun mandiri dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit/pabrik kelapa sawit adalah solusi untuk peningkatan kinerja dan skala usaha pekebun mandiri.

Setidaknya tutur Ricky, terdapat lima tujuan penyelenggaraan program kemitraan berbasisi karakteristik usaha, yakni pertama, memberikan jaminan pasar bagi TBS petani swadaya, kedua, memberikan akses petani swadaya untuk memperoleh bibit dan pupuk berkualitas, ketiga, memberikan bimbingan teknis peningkatan produksi TBS, keempat, memberikan bimbingan teknis peningkatan mutu TBS petani swadaya sesuai standar industry kelapa sawit dan keliman, memberikan bimbingan teknis pola usaha tani/berkebun yang baik dan berkelanjutan.

Sementara diungkpakan Sekretaris Jenderal Serikat Petani kelapa Sawit (SPKS) Mansuetus Darto, dalam program madatori biodiesel sawit, terdapat 18 industri memperoleh jatah untuk penyedia biodiesel yang ditetapkan oleh ESDM, untuk menjalankan program B30. Namun, sayangnya tidak ada prasyarat kemitraan dengan petani.

Untuk itu kata Darto, guna menunjang jalannya program tersebut, dilakukan dengan menerapkan pungutan ekspor CPO didasarkan pada peraturan mentri keuangan (191 tahun 2020). Lantas, pungutan ini kemudian berdampak pada tergerusnya harga Sawit di tingkat pekebun serta mempengaruhi stabilitas bisnis sawit Indonesia khususnya perusahaan kecil dan menengah/BUMN. “Berdasarka hitungan kami pungutan ekspor itu bisa menggerus harga TBS Sawit petani sekitar Rp 600/kg,” tutur Darto.

Merujuk riset yang dilakukan oleh SPKS, memperlihatkan perusahaan besar (yang mengontrol hulu dan juga hilir) dalam contoh kasus Wilmar memperoleh bahan baku dari 32 group perusahaan atau sebanyak 32 perusahaan, 4 di antara – nya perusahaan asing (3 Malaysia dan 1 srilangka).

“Ini yang membuat kami petani sangat tersinggung, kenapa program ini justru melibatkan pihak asing, bukannya dengan petani sawit yang memang ada di Indonesia dan menerapkan regulasi yang ditetapkan pemerintah, kenapa kami tidak dilibatkan langsung,” katanya.

Lebih lanjut tutur Darto, pihaknya melakukan tracking di lapangan, faktanya petani sawit swadaya tidak terhubung sama sekali dengan program mamdatori biodiesel, dalam radisu 5 Km saja disekitar wilayah produsen biodiesel petani swadaya tidak diperhatikan atau tidak diajak bermitra.

 

Tentang Diskusi Sawit Bagi Negeri :

Diskusi Sawit Bagi Negeri merupakan diskusi interaktif para pemangku kepentingan usaha kelapa sawit nasional, yang menghadirkan pembicara sebagai narasumber dari berbagai kalangan, untuk memberikan gambaran utuh mengenai keberadaan minyak sawit. Bertujuan memberikan pemahaman yang benar mengenai keberadaan dan kontribusi minyak sawit, bagi negara, sosial dan lingkungannya.

Diskusi Sawit Bagi Negeri mendapatkan dukungan pendanaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Yayasan Transformasi Energi Asia dan Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) dengan mitra strategis Media InfoSAWIT dan Palm Oil Magazine. Diskusi yang merangkul para pemangku kepentingan minyak sawit seperti pemerintah, pelaku usaha, periset, organisasi, aktivis sosial dan lingkungan serta pihak lainnya, untuk berdiskusi membangun minyak sawit Indonesia.

 

Sumber: Infosawit.com