Kebun sawit memiliki tiga mekanisme yang secara signergis berfungsi dalam melindumgi tanah dan air. Ketiga mekanisme yang dimaksud adalah yakni mekanisme stuktur dan naungan kanopi (canopy land cover), mekanisme tata kekloal lahan kebun sawit dan mekanisme sistem perakaran kelapa sawit.

Pertama, Mekanisme struktur pelepah daun pohon kelapa sawit yang berlapis-lapis mampu menaung lahan (land cover) mendekati 100 persen saat dewasa. Struktur pelepah daun yang demikian selain berfungsi sebagai “dapurnya” (fotosintesis) kelapa sawit, juga berfungsi melindungi tanah dari pukulan langsung air hujan. Jika hujan datang, pukulan air hujan tidak langsung mengenai tanah namun terlindungi oleh struktur pelepah daun berlapis-lapis tersebut.

Kedua, Mekanisme konservasi tanah dan air berikutnya adalah melalui tata kelola lahan dalam budidaya kelapa sawit. Standar kultur teknis kebun sawit mulai dari penanaman dan pemeliharaan tananaman mengunakan azas-azas konservasi tanah dan air. Mulai dari zero/minimum tillage, penanaman tanaman pelindung (cover crop) pada masa pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (umur 0-4 tahun), pembuatan sistem teras pada lahan miring, pembuatan piringan/tapal kuda, penempatan pelepah tua (pruning) sebagai guludan bahan organik pada gawangan, pengambilan tandan kosong dan limbah cair kelahan yang lainnya merupakan bagian dari mekanisme konservasi tanah dan air kebun sawit.

Ketiga, Sistem perakaran serabut pohon kelapa sawit yang massif, luas dan dalam. Perakaraan kelapa sawit dewasa dapat mencapai radius 4 meter sekeliling pangkal dan sengan kedalaman sampei 5 meter dibawah permukaan tanah yang membentuk pori-pori mikro dan makro tanah (Harahap, 1999, 2007) yang dapat disebut biopori alamiah. Biopori alamiah sawit tersebut terbanyak berada pada sekitar/dekat pangkal pohon sawit. Pori-pori mikro dan makro tanah tersebut makin banyak dengan makin dewasa tanaman kelapa sawit.

Biopori alamiah tesebut meningkatkan kemampuan lahan kebun sawit dalam menyerap/menahan air (water holding capacity) melalui peningkatan penerusan (infiltrasi) air hujan kedalam tanah sehingga mengurangi aliran air permukaan (run off)  dan menyimpan cadangan air didalam tanah. Semakin banyak biopori alamiah sawit (yakni dekat pangkal batang) semakin tinggi laju infiltrasi air permukaan tanah mengisi biopori. Laju infiltrasi tersebut juga semakin meningkat dengan meningkatnya umur tanaman, sehingga erosi permukaan tanah (water run-off) makin terkendali.

Ketiga mekanisme konservasi tanah dan air tersebut terikat dan menyatu (built-in) pada tanaman dan kebun sawit, sehingga mengelola kebun sawit untuk tujuan ekonomi juga sekaligus juga mengelola ketiga konservasi tanah dan air tersebut. Selain itu, ketiga mekanisme konservasi tanah dan air kebun sawit tersebut berjangka panjang sama dengan umur ekonomis kebun sawit (rata-rata 25 tahun).

Dengan demikian perkebunan kelapa sawit memiliki sistem konservasi tanah dan air. Bahkan tanaman kelapa sawit memenuhi syarat sebagai tanaman konservasi tanah dan air (Harahap, 1999,2007).

Sumber: Mitos vs Fakta, PASPI 2017

 

Sumber: Sawitindonesia.com