Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Tun Musa Hitam menilai upaya pemblokiran serta kampanye hitam terhadap minyak kelapa sawit asal Indonesia dan Malaysia justru menunjukkan bahwa produk perkebunan kedua negara sudah sangat unggul dan dominan.
Kondisi tersebutlah yang kemudian mengusik para pelobi dari industri minyak nabati lain di Eropa, mulai mendengungkan tantangan. Bentuk tantangan itu pun bermacam-macam, mulai dari kampanye hitam hingga penolakan terhadap minyak kelapa sawit produksi Indonesia dan Malaysia.
“Kalau itu disebut perang, atau kompetisi, masalahnya bukan suka atau tak suka. Tapi kompetisi. Nah kompetisi yang besar datang dari lobyist minyak nabati lain,” terang Musa saat bincang-bincang usai acara Minamas Scholarship Awards 2018 di Jakarta, Selasa (27/2/2018).
Dia menambahkan, minyak kelapa sawit sebelumnya bukanlah komoditas penting. Tetapi ketika Indonesia dan Malaysia masuk ke pasar minyak nabati tersebut, karena kondisi tanah serta cuaca kedua negara memang mendukung, maka produknya memiliki kualitas bagus.
Berikutnya, minyak kelapa sawit asal Indonesia dan Malaysia pun mampu menembus pasar di Eropa.
Minyak ini menjadi salah satu bahan yang selalu ada di dalam makanan sehari-hari mereka. Mulai dari biskuit, roti, hingga es krim, semua mengandung minyak kelapa sawit.
Dominasi seperti itu memang mengindikasikan sebuah kesuksesan. Tapi di sisi lain ada pihak yang dikalahkan serta menantang balik.
“Hal paling penting adalah ketika kita mengambil alih (pasar) dari orang asing, menjadi begitu sukses, efisien sehingga pesaing merasa kita telah menjadi ancaman besar bagi minyak konsumsi lain yang dipakai di makanan,” imbuh Musa.
Namun menurutnya, kedua negara sama sekali tidak tinggal diam menghadapi kampanye hitam sawit yang dilakukan di negara-negara barat.
Pelan-pelan, dengan bantuan berbagai riset, kedua negara balik melawan dengan menunjukkan kelemahan negara-negara barat. Kelemahan tersebut berupa praktek industri yang berdampak pada pemanasan global.
Selain itu, Indonesia juga sudah menerapkan kebijakan perkebunan kelapa sawit yang mengedepankan keberlangsungan hidup lingkungan. Beberapa di antaranya berupa tidak adanya toleransi terhadap praktek pembakaran lahan, pengurangan emisi gas rumah kaca, serta kewajiban AMDAL.
Sebelumnya, parlemen Uni Eropa mengajukan usul untuk menghentikan biofuel yang mengandung minyak kelapa sawit pada 2021 mendatang. Penghentian tersebut bakal memberi dampak buruk pada industri kelapa sawit di Tanah Air.
Sumber: Kompas.com