Warta Ekonomi, Jakarta –Minyak sawit merah merupakan minyak nabati yang memang belum familiar di Indonesia. Dalam proses pengolahannya, minyak sawit merah tidak melalui proses pengolahan dengan temperatur tinggi, seperti halnya minyak goreng yang biasa dikonsumsi masyakarakat.
Melansir laman resmi Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), hasil penelitian Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan yang didanai oleh BPDPKS tersebut menemukan bahwa minyak sawit merah kaya akan vitamin E, pro-vitamin A, dan squalene. Namun, semua khasiat tersebut nyaris hilang total dalam proses perubahan dari CPO menjadi minyak goreng akibat pemanasan dalam proses pengolahannya.
“Karena prosesnya sederhana, koperasi bisa melakukannya atau UMKM. Jangan sampai diproduksi pengusaha besar. Investasinya hanya sekitar Rp1,5 miliar per unit produksi. Itu untuk unit dengan kapasitas 1 ton/hari. Kalau pun daya serap pasarnya bagus, lebih baik melibatkan banyak koperasi atau UMKM untuk memproduksinya. Jangan hanya satu-dua pabrik besar,” kata Peneliti Senior PPKS, Dr. Donald Siahaan.
Disampaikan Donald, minyak sawit merah memang masih ada kelemahan. Kelemahan yang dimaksud yakni aromanya yang tidak harum seperti minyak sawit yang biasa dikonsumsi. Namun perlu dicatat juga bahwa olive oil yang aromanya juga tidak seperti minyak goreng yang kita kenal, berhasil menembus kalangan menengah ke atas, lantaran dipicu khasiatnya bagi kesehatan.
Padahal minyak goreng sawit, terutama minyak sawit merah ini juga memiliki kandungan vitamin A dan E yang baik dan dibutuhkan untuk kesehatan tubuh manusia.
Sumber: Wartaekonomi.co.id