Executive Director Oil World Thomas Mielke mengatakan pasar minyak nabati telah menunjukkan kemampuannya untuk bereaksi dengan cepat terhadap gangguan pasokan (penyesuaian dan permintaan) setelah Rusia menginvasi Ukraina.

“Harga minyak kelapa sawit telah mengalami perubahan yang cukup besar dalam 3 tahun dari US$530 pada Mei 2020 menjadi US$1.900 pada Maret 2022,” ujarnya saat di acara IPOC, pada Jum’at (3 November 2023), di Nusa Dua – Bali.

“Pasokan minyak sawit dunia masih cukup besar dan pasar yang bearish (red-kasar) saat ini bersifat sementaras aja. Konsumsi minyak sawit dunia meningkat tajam pada tahun 2022 – 2023 dan produksi tertinggi terjadi pada bulan Oktober – Desember 2023. Dengan kondisi yang ada diperkirakan akan terjadi defisit produksi global pada tahun 2024. Diperkirakan pada 2024 harga minyak nabati akan meningkat sementara harga minyak sawit akan menurun,” imbuh Mielke.

Baca juga :   Gubernur Riau Berkunjung ke Kedutaan Inggris di Jakarta Terkait Kerja Sama Lingkungan Hidup

Oil World melansir data pertumbuhan permintaan minyak dan lemak sangat kuat di seluruh dunia dalam waktu 15 tahun terakhir yang digunakan untuk makanan, energi, dan oleokimia. Pertumbuhan tahunan rata-rata di tahun 2022 – 2023 mencapai pertambahan 5,6 juta ton.Dalam 10 tahun terakhir produksi biji bunga matahari, rapeseed/kanola dan kedelai lebih baik dari pada minyak sawit.

Selanjutnya, Mielke menjelaskan produksi biofuel tahun 2023 mengalami peningkatan hingga mencapai angka 57 juta ton dan Indonesia menyumbang 10,5 juta ton dari peningkatan tersebut.

“Oleh karena itu, minyak sawit masih menjadi andalan utama untuk memenuhi permintaan dunia yang menyumbang 54% dari ekspor dunia. Namun demikian kompetisi di pasar global telah memburuk,” jelasnya.

Sementara itu, Nagaraj Meda, CEO & Founder Transgraph, menyampaikan saat ini volatilitas komoditas minyak sawit terjadi karena 4 hal utama. “Pertama; perubahan harga komoditas, Kedua; perubahan iklim seperti terjadinya El Nino atau La Nina (Kemungkinan El Nino akan terjadi hingga Mei 2024), Ketiga; kebijakan pemerintah (kebijakan moneter, kebijakan ekspor Indonesia dan perubahan kebijakan mengenai biodiesel), keempat; disrupsi suplai (kestabilan geopolitik yang terjadi di wilayah laut hitam dan peningkatan suplai minyak bunga matahari),” katanya.

Suplai data dan informasi yang semakin banyak menyebabkan pelaku pasar menerima banyak informasi yang kemudian menyebabkan volatilitas pasar.

sumber: https://sawitindonesia.com/membedah-teka-teki-harga-cpo-2024/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *