INDONESIA sebagai salah satu produsen kelapa sawit nomor satu di dunia selalu mengedepankan prinsip sustainability atau keberlangsungan atas industri sawit.
Pasalnya, selain mampu menyerap tenaga kerja yang besar, pengelolaan sawit di Indonesia juga dilakukan melalui pembinaan yang baik sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dan petani sawit khususnya.
Berdasarkan data Badan Pengelola Dana Perkebunan kelapa sawit (BPDPKS) setidaknya terdapat 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung dari operasional industri sawit Indonesia.
Petani merupakan pemasok kedua terbesar di sektor kelapa sawit Indonesia, mengelola 40% lahan sawit dan menjadi bagian penting dari negara dalam menyuplai crude palm oil (CPO) dunia. Untuk itu penting bagi perusahaan untuk bersama-sama dengan petani memajukan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Asian Agri sebagai perusahaan produsen minyak sawit mentah melalui perkebunan yang dikelola dengan prinsip berkelanjutan, turut bekerja sama dengan para petani sebagai bagian penting perusahaan. Saat ini Asian Agri termasuk yang memiliki kemitraan terbesar dengan petani kelapa sawit di Indonesia.
Kemitraan dengan petani ini sudah dimulai sejak 1987 seiring dengan program transmigrasi dari pemerintah. Kemitraan tersebut meluas pada 2012 dengan menjangkau petani swadaya kelapa sawit di Sumatera Utara, Riau, dan Jambi.
Direktur Sustainability Stakeholder Relations Asian Agri Bernard Riedo mengungkapkan, “Tahun 2018 kami mencanangkan program Kemitraan One to One yang memungkinkan pengelolaan 1 hektare lahan petani sebanding dengan 1 hektare lahan inti Asian Agri untuk mewujudkan pengelolaan kelapa sawit nasional yang berkelanjutan.”
Tercatat, jumlah luas lahan inti perusahaan mencapai 100.000 hektare, dan hingga akhir 2019 luas lahan petani mitra Asian Agri baik plasma dan swadaya sudah mencapai lebih dari 101.000 hektare.
Bernard pun menekankan hubungan yang dibangun dengan para petani tidak sebatas penjual dan pembeli. Namun, jadi bagian dari program kemitraan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan seluruh petani mitra melalui pendampingan serta praktik-praktik berkelanjutan oleh para petani.
Hingga saat ini, Asian Agri telah bermitra dengan lebih dari 30.000 petani kelapa sawit dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup petani dan mendukung pengelolaan kelapa sawit yang berkelanjutan di Indonesia.
Dalam penerapan praktik terbaik itu, Bernard menjelaskan best practice (praktik terbaik) untuk sawit yang berkelanjutan harus dimulai dengan kesadaran petani bahwa pengelolaan kebun bukan sekadar menanam sawit dan memanen tandan buah segar (TBS).
“Kuncinya berada pada kemitraan dengan petani untuk menerapkan prinsip-prinsip ramah lingkungan. Pengelolaan bersama petani mitra bertujuan meningkatkan hasil kebun atau produktivitas dengan tetap menjaga kualitas dan biaya yang efisien. Prinsip pengelolaan dengan quality, product dan cost,” kata Bernard.
Praktik pengelolaan kelapa sawit di Asian Agri bersifat integratif, mengupayakan setiap kegiatan dari fungsi produksi, ekologi/lingkungan serta sosial, untuk memberi manfaat keberlanjutan yakni SC (goodfor community, good for country, good for climate, good for customer, dan good for company).
Komitmen itu ditegaskan Bernard bersifat menyeluruh dari proses awal hingga tahap akhir produksi dan rantai pasok.
“Kami memanfaatkan limbah pabrik dari sisa-sisa pengolahan sawit dan dikonversi menjadi energi listrik oleh pabrik biogas yang dibangun Asian Agri. Energi tersebut selanjutnya digunakan perusahaan untuk mendukung kebutuhan listrik Pabrik Pengolahan Inti Sawit (Kernel Crushing Plant) dan kelebihan listrik lainnya dapat disalurkan kepada masyarakat melalui kerja sama dengan PLN untuk mendukung pasokan listrik negara. Sisa limbah lainnya digunakan sebagai sumber nutrisi tambahan bagi tanaman kelapa sawit,” kata Bernard.
Perusahaan juga memanfaatkan serabut tandan kosong dan cangkang sawit sebagai bahan bakar untuk mengurangi penggunaan bahan bakar berbahan dasar fosil.
Peremajaan dengan benih berkualitas
Pohon kelapa sawi tsecara alami akan menjadi kurang produktif ketika memasuki usia 25 tahun sehingga pendapatan para petani sawit menjadi menurun. Untuk tetap menjaga kesejahteraan petani, maka peremajaan kelapa sawit atau replanting menjadi opsi.
Namun para petani kelapa sawit harus mempersiapkan banyak hal menjelang masa peremajaan kebun sawit mereka, termasuk mengantisipasi pendapatan yang terhenti dari lahan yang diremajakan dan ini akan berlangsung selama masa tunggu panen dari tanaman sawit yang baru.
Selama masa replanting tersebut, Asian Agri juga turut membantu para petani mitranya dengan beragam cara. Tak hanya di sektor pertanian saja, Asian Agri juga berusaha membangun wawasan petani untuk mengembangkan potensi kewirausahaan baik secara individu maupun melalui koperasi yang menaungi mereka. Para petani diberikan pelatihan dan kesempatan meninjau usaha kecil menengah yang sudah sukses sebagai bekal mereka menjajaki sumber mata pencaharian alternatif. Asian Agri memberikan mereka bibit hewan ternak seperti sapi, kambing, unggas dan ikan.
Selain memberi bimbingan kepada para petani selama persiapan replanting, pemilihan benih sawit akan sangat menentukan kualitas produksi dari petani untuk satu siklus tanaman sawit yang mencapai 25 tahun. Sebagai mitra petani, Asian Agri juga memberikan benih unggul Topaz yang terkenal akan produktivitas dan hasil panennya yang sangat tinggi.
Topaz merupakan benih yang dihasilkan dari proses penelitian dan pengembangan yang melibatkan para ahli yang berpengalaman. Dalam upaya menciptakan industri sawit yang berkelanjutan, Asian Agri pun mengedepankan pengembangan research and development (RD) untuk menciptakan varietas-varietas unggul sawit serta upaya meningkatkan produksi dengan tetap mengedepankan keseimbangan lingkungan. Hal itu dilakukan agar RD mendukung keunggulan kompetitif, tidak hanya melalui peningkatan ketahanan tanaman, tetapi juga produktivitas yang lebih tinggi per hektare. Karena itulah, Asian Agri kemudian memprakarsai berdirinya Pusat Penelitian kelapa sawit (OPRS Topaz) pada 1992.
Topaz memungkinkan pekebun membudidayakan kelapa sawit tanpa perluasan lahan. Dengan fokus pada intensifikasi lahan, selain menggunakan benih Topaz sebagai materi tanam berkualitas, Asian Agri juga membekali para petani mitranya dengan pengetahuan pada bidang agronomi melalui pelatihan, pendampingan langsung, dan aplikasi teknik pengelolaan hama terpadu.
Bibitkelapa sawit Topaz Asian Agri terdiri dari lima varietas yaitu Topaz 1, Topaz 2, Topaz 3, Topaz 4 dan Topaz GT. Topaz akan berbuah lebih cepat ketimbang benih sawit lain, produksi tandan buah segar yang lebih tinggi kandungan minyak, dan juga memiliki karakteristik yang diinginkan seperti laju pertumbuhan vertikal yang lebih lambat untuk memungkinkan panen lebih mudah.
Selain itu, keunggulan Topaz yakni adaptasi yang lebih baik untuk berbagai kondisi tanah dan cuaca. Adapun Topaz GT adalah jenis benih sawit yang cocok untuk ditanam di daerah dengan risiko tinggi penyakit Ganoderma, yang bisa menyebabkan pembusukan pada batang pohon kelapa sawit.
Tim OPRS Topaz mencakup berbagai bidang termasuk agronomi, tanah, hama dan penyakit; layanan pelatihan pembibitan kelapa sawit; dan laboratorium analitik yang sudah dikenal luas.
Benih utama Topaz memang berperan dalam meningkatkan kualitas tandan buah segar (TBS), tetapi masih ada banyak faktor lingkungan dan lainnya yang turut menentukan keberhasilan pertumbuhan kelapa sawit Topaz, termasuk manajemen perkebunan dan kondisi lokasi perkebunan.
“Di balik meningkatnya permintaan dari petani dan perusahaan perkebunan lainnya, tim RD Asian Agri terus menyempurnakan bahan tanaman DxP Topaz yang disebarluaskan sejak sertifikasi dan diluncurkan pertama pada 2004. Ini menempatkan Topaz di urutan kedua dari 16 produsen benih bersertifikat lainnya di pasar benih Indonesia pada 2019 dengan 13,2% pangsa pasar benih. Permintaan terhadap benih Topaz juga berasal dari banyak negara di Asia Tenggara dan Afrika,” ungkap Senior Breeder Topaz Ang Boon Beng.
Ang Boon Beng melanjutkan benih Topaz tersedia untuk petani-petani mitra selama periode penanaman kembali atau peremajaan kebun sawit. Menurut dia, penggunaan benih Topaz membantu mempersingkat masa tunggu panen. Dalam waktu 28 bulan, tandan buah segar dari kelapa sawit Topaz sudah bisa dipanen. “Penanaman kembali dengan benih Topaz menghasilkan panen yang lebih tinggi pada setiap panen berikutnya, dan menghasilkan lebih banyak pendapatan bagi petani,” jelas Ang Boon Beng.
Petani Mandiri Bangun Ekonomi
Selain mengedepankan pengembangan research and development, Asian Agri juga menilai kemitraannya dengan petani sebagai suatu hal penting yang menyatu dengan perusahaan.
Asian Agri membekali para petani dengan pengetahuan pengetahuan bisnis skala kecil menengah dan mengembangkan keterampilan baru sebagai sumber pendapatan alternatif.
Banyak petani sawit di Sumatera yang bermula dari program transmigrasi pemerintah. Meski awalnya dipaksa keadaan untuk berpindah ke seberang pulau, para transmigran tidak menyerah, malah bertekad semakin kuat mewujudkan mimpi mereka untuk kehidupan yang sejahtera dan menggapai cita-cita keluarga.
Kini sejumlah petani mitra Asian Agri pun berhasil menjadi agen perubahan yang berpengaruh kuat dalam membangun bidang kehidupan. Mereka mampu berkembang melalui pembinaan langsung dari perusahaan dengan menerapkan praktik terbaik pengelolaan kebun sawit.
Para petani juga dibimbing untuk membentuk koperasi sebagai organisasi yang mewadahi komunikasi dan sebagai sarana bertukar pikiran agar mereka bisa mengembangkan usaha sawit secara ramah lingkungan.
Kemitraan yang dijalin petani dengan Asian Agri pada awalnya didasari keinginan mereka untuk mewujudkan kehidupan yang layak. Namun seiring dengan meningkatnya ekonomi keluarga mereka, maka perhatian terhadap pentingnya kesehatan dan pendidikan menjadi agenda penting dalam kehidupan keluarga.
Para petani berharap generasi penerus mereka bisa menimba ilmu lebih tinggi dan mendapat kesempatan bekerja yang lebih mumpuni. Kini banyak petani yang mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga ke pendidikan S2 dengan bidang beragam mulai dari bidang pertanian, dokter, hingga ada yang menjadi dosen.
“Kami mendorong petani mitra kami untuk memiliki wawasan yang luas, lebih dari sekedar berpengalaman
dalam budidaya sawit. Asian Agri juga memberikan pendampingan dan kesempatan mengikuti studi banding agar mereka dapat melihat potensi kewirausahaan serta mengembangkannya sesuai kondisi masing-masing,” ujar Rudy Rismanto, Head of Partnership Asian Agri.
Beberapa petani bahkan sukses mengembangkan usaha di bidang non-sawit seperti peternakan kambing, sapi, ikan, serta usaha sarang burung wallet. Tengok saja, salah satu petani mitra Asian Agri yang telah sukses yakni Robertson Girsang. Dia meninggalkan kampungnya di Simalungun, Sumatera Utara, untuk merantau ke Muara Tebo, Jambi. Meski awalnya ia tidak dapat langsung menikmati hasil pertanian, sejak menjadi petani sawit kehidupannya pun berubah.
Penghasilan Robertson Girsang diperoleh dari hasil sawit di 12 hektare kebun miliknya. Tak hanya berhenti di sana, pada 2016 setelah melakukan pelatihan studi banding ke Yogyakarta, Girsang menanam jeruk seluas 5.000 m2 yang sekarang ini sudah berproduksi sebanyak 12 ton dalam sekali panen. Dari segala usahanya tersebut, Girsang mampu menyekolahkan ketiga anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Anak pertamanya Ronal Girsang yang usia 29 tahun kini bekerja sebagai dosen di Universitas Muara Bungo, Jambi, dan saat ini sedang menempuh pendidikan S3 di Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan. Begitu juga untuk anak keduanya, dr. Roni Girsang yang berusia 27 tahun, saat ini bekerja di RSUD Sarolangun, Jambi.
“Saat ini saya sedang fokus untuk menambah lahan jeruk sebagai sumber penghasilan tambahan karena dalam waktu dekat kami akan melakukan replanting kebun sawit bersama PT Rigunas Agri Utama (PT. RAU),” tutur Girsang.
Kisah serupa juga dialami oleh Rachman, petani di KUD Tanjung Dani Sakti, Jambi. Pemilik kebun sawit seluas 14 hektare ini mengembangkan usaha peternakan sapi sebanyak 30 ekor yang membiayai 8 orang anaknya. Berkat kebun sawit dan usaha pendapatan alternatif yang dikelola keluarganya, Rachman mampu membina dua putranya menjadi petani generasi kedua yang mengurus kelapa sawit dan mengantarkan putra-putrinya ke jenjang pendidikan hingga meraih gelar S2 dan mengabdi sebagai dosen di Universitas Jambi.
Sumber: Media Indonesia