Perlu ketelitian dan kedisiplinan untuk bisa memanen banyak Kelapa Sawit dalam sehari. Hal itu diterapkan para petani sawit selama ini.

Memanen komoditas sawit perlu mempertimbangkan penyediaan alat kerja, ketersediaan tenaga kerja pemotong buah, pembagian seksi potong buah, dan kondisi perkebunan. Seksi potong buah perlu di tata sehingga blok yang hendak dipanen setiap hari akan terpusat. Sebelum matahari menampakkan wujudnya, para petani biasanya telah tiba di lahan Kelapa Sawit yang luasnya tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Memanen komoditas ini telah menjadi rutinitas bagi mereka yang menggantungkan hidupnya melalui kelapa sawit.

Para petani paham betul bahwa pagi buta menjadi fase yang paling tepat untuk memanen kelapa sawit, karena akan menghemat waktu dan meningkatkan produktivitas.

Perlu disadari bersama komoditas ini merupakan salah satu unggulan yang dimiliki Indonesia yang harus dijaga bersama oleh semua pihak swasta, dan pemerintah. Minyak sawit juga merupakan komoditas ekspor terbesar dan melebihi ekspor migas. Realisasi ekspor minyak sawit hingga September 2019 mencapai US$11,4 miliar.

Sebagai upaya untuk mengamankan pasokan industri hilir kelapa sawit, Pemerintah telah meluncurkan Program peremajaan sawit rakyat (PSR) pada 2017. Hingga pertengahan November 2019 pemerintah mencatat peremajaan kebun Kelapa Sawit milik rakyat mencapai 120.353 hektare (ha). Kementerian Pertanian mengucurkan dana mencapai Rp2,334 triliun yang disalurkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) untuk peremajaan itu.

Guna mendukung percepatan peremajaan sawit, pemerintah menyiapkan alokasi anggaran sebesar Rp7,5 triliun guna menyalurkan kredit usaha rakyat (KUR) khusus untuk peremajaan sawit pada area seluas 500.000 hektare (ha), dalam tiga tahun ke depan. Salah satu fokus peremajaan perkebunan Kelapa Sawit adalah mengintegrasikan antara kebun dan pabrik pengolahan minyak sawit mentah.

Di sisi lain, Kalangan petani sawit swadaya menyambut baik rencana pemerintah mempercepat peremajaan sawit dengan penguatan pembiayaan melalui kredit usaha rakyat (KUR).

Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menyatakan pendanaan sebesar Rp25 juta per hektare (ha) yang disalurkan oleh BPDP-KS biasanya hanya cukup untuk membiayai peremajaan sampai enam bulan pertama pada penanaman fase PI. Guna mendukung pengelolaan sampai tanaman sawit menghasilkan, petani biasanya mengandalkan pendanaan pribadi atau pinjaman bank.

Apkasindo berharap bantuan pendanaan dari BPDP-KS dapat meningkat ke depannya. Dengan demikian, beban utang petani terhadap perbankan diharapkan dapat menjadi lebih ringan. Apkasindo berharap bantuan dari BPDP-KS bisa menjadi Rp35 juta per hekare. Sehingga nanti bisa sampai P2 atau P3. Setelah itu petani dapat mencari sumber pendanaan lainnya.

 

Sumber: Bisnis Indonesia