Samsul Bahri tersenyum lebar saat menceritakan perkembangan pendirian pabrik kelapa sawit yang sudah mencapai 90%. Pada November 2020, pabrik yang dibangun di Desa Tajau Mulya Kecamatan Batu Ampar, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan mulai commissioning.

Seperti diketahui, selama ini petani sawit hanya sebagai produsen Tandan Buah Segar (TBS) yang menjadi bahan baku minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) yang diolah di Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Inovasi mendirikan pabrik kelapa sawit oleh petani sawit swadaya patut diapresiasi karena membuat petani naik kelas dari segi pengetahunan dan kesejahteraan.

Samsul Bahri Ketua Koperasi Sawit Makmur menyampaikan beberapa alasan mendirikan pabrik pengolahan kelapa sawit di Tanah Laut Kalimantan Selatan. Latar belakang pendirian pabrik anatara lain disebabkan terus berkembangnya lahan sawit yang dimiliki dan dikelola petani swadaya (rakyat)  yang dimulai sejak 2003 – 2007.

“Awalnya petani swadaya mendapatkan dana dari APBN untuk pengembangan sawit di Kabupaten Tanah Laut, seluas 4.700 hektar. Selanjutnya diteruskan dengan bantuan APBD (Provinsi) dan APBD (Kabupaten) dengan luas 2.300 hektar. Jadi, total luas area kebun sawit rakyat mencapai 7.000 hektar,” ujar Samsul dalam Dialog Webinar Sesi Kedua UMKM Sawit bertemakan “Peluang Pengembangan Mini CPO Plant bagi UMKM Sawit” yang diselenggarakan Majalah Sawit Indonesia dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), Jumat (14 Agustus 2020).

Dikatakan Samsul perluasan lahan atau area kebun sawit terus dikembangkan secara mandiri oleh petani. Dari 2007 sampai sekarang, petani swadaya mengembangkan dengan dana mandiri seluas 1.700 hektar.

Kendati mengalami perluasan lahan yang sejatinya bisa meningkatkan pendapatan, namun sebaliknya di saat panen raya, petani sawit swadaya kerap mengalami kendala. “Kami (petani swadaya) sering mengalami kesulitan untuk menjual TBS-nya. Pada 2015 – 2017 petani banyak mengalami kerugian dikarenakan banyak TBS yang tidak diterima pabrik-pabrik (PKS),” ungkap Samsul.

Selain itu, petani sawit dalam penjualan TBS ke PKS seringkali dinomor dua kan sehingga petani mengalami kerugian terutama saat panen raya. “Petani swadaya kerap dianak tirikan atau dinomor dua kan yang diutamakan kebun inti dan plasma. Hal ini yang mendasari pendirian PKS petani swadaya.

“Kami memberanikan mendirikan PKS Petani. Pendirian PKS petani yang kami lakukan sesuai dengan anjuran dan rujukan serta masukkan dari Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten) dan Dinas Koperasi yang ada di daerah,” jelas Samsul.

Selanjutnya, Samsul ungkapkan tujuan pendirian PKS petani. Pertama, sesuai dengan misi APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) menyejahterakan petani sawit Indonesia. Kedua, mewujudkan petani sawit sebagai petani minyak mentah sawit aday Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya. Ketiga, menambah pendapatan petani dari penjualan CPO sesuai dengan porsi saham yang dimiliki.

“Jadi, kami berharap petani selain menjual TBS juga menginginkan mendapatkan deviden dari penjualan CPO yang diberikan perusahaan sesuai dengan porsi saham yang dimiliki. Dan, Keempat sesuai dengan amanah UUD 1945 pasal 33 tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial,” imbuhnya.

Meskipun, hingga saat ini pembangunan pabrik pengolahan TBS milik petani sudah hampir finis. Bukan berarti sejak perencanaan dan pembangunannya nihil dari kendala.

Samsul mengatakan ada beberapa kendala yang dihadapi dalam pembangunan pabrik antara lain penentuan lokasi Pabrik yang berdekatan dengan kebun petani, membutuhkan Sumber Daya Air yang cukup banyak, Jauh dari pemukiman masyarakat dan masuk dalam kawasan industri besar dan tidak masuk dalam kawasan hutan.

 

Sumber: Sawitindonesia.com