Pada medio 2011, Marie Elka Pangestu yang kala itu menjabat sebagai Menteri Perdagangan-menggagas kebijakan yang mewajibkan penjualan minyak goreng di Indonesia dari format curah menjadi kemasan.

Gagasan itu akhirnya di-jewantahkan pada 2014 melalui Peraturan Menteri Perdagangan No. 80/2014 tentang Minyak Goreng Wajib Kemasan.

Namun, rupanya implementasi beleid itu tidak mudah dan harus tertunda berkali-kali. Bahkan, aturan tersebut sempat direvisi dua kali, hingga menjadi Permendag No. 9/2016 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No. 80/2014 tentang Minyak Goreng Wajib Kemasan.

Regulasi tersebut mewajibkan penerapan minyak goreng (migor) kemasan dimulai pada 1 April 2017. Namun, para produsen migor lagi-lagi meminta kelonggaran agar kebijakan itu ditunda. Pasalnya, mereka belum siap membuat pabrik kemasan untuk mengakomodasi peralihan konsumsi dari migor curah ke migor kemasan yang mencapai 3,65 juta ton.

Kementerian Perdagangan yang kala itu dipimpin oleh Enggartiasto Lukita pun menyanggupi permintaan para produsen. Tenggat transisi mandatori migor kemasan diberikan kepada produsen pada 1 Januari 2018 hingga 31 Desember 2019. Dengan demikian, kebijakan itu seharusnya sudah bisa diimplementasikan secara penuh mulai 1 Januari 2020.

Selanjutnya, rencana penerapan kewajiban penjualan migor kemasan pun diumumkan oleh Enggartiasto pada Agustus 2019. Saat itu, dia mengatakan migor curah akan ditarik dari pasar, termasuk pasar tradisional.

Akan tetapi, rencana penarikan migor curah dari pasar tersebut akhirnya direvisi lagi oleh Enggartiasto seiring dengan meningkatnya protes dari berbagai kalangan, termasuk pedagang di pasar tradisional. Dia mengatakan migor curah tetap boleh dijual di pasar, tetapi para produsen migor harus sudah bisa memenuhi kebutuhan migor kemasan mulai 1 Januari 2020.

Para produsen migor pun mengaku siap meng-implementasikan kebijakan itu. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyatakan para produsen telah menyiapkan alat pengemas yang akan didistribusikan di seluruh pasar di Indonesia.

GIMNI memprediksikan kebijakan wajib penjualan migor dalam kemasan secara penuh mulai 1 Januari 2020 akan menambah permintaan terhadap produk migor kemasan hingga 840.000 ton mulai tahun depan. Angka tersebut diperoleh dari 20% kebutuhan minyak goreng curah pada 2020 yang mencapai 4,2 juta ton.

Akan tetapi, rencana penerapan kebijakan tersebut lagi-lagi tertunda. Berdasarkan Surat Edaran Menteri Perdagangan No. 2/2019 tentang Pelaksanaan Kewajiban Minyak Goreng Dalam Kemasan, pemerintah kembali memberikan waktu transisi selama setahun, terhitung mulai dari 1 Januari 2020-31 Desember 2020. Surat tersebut ditandatangani oleh Menteri Perdagangan Agus Suparmanto pada 19 Desember 2019.

Selain itu, selama masa transisi migor curah juga masih diperbolehkan dijual di pasar. Pada saat bersamaan, para produsen diminta segera menjual migor kemasan sesuai dengan harga eceran tertinggi Rp 11.000/ liter. “Kami memberikan waktu transisi kepada produsen agar mereka benar-benar siap menerapkan kebijakan tersebut,” ujar Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Suhanto, Senin (6/1).

Alhasil, dapat disimpulkan kebijakan tersebut baru dapat diimplementasikan secara penuh pada 2021 mendatang.

BUTUH WAKTU

Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengakui pengusaha kembali meminta masa transisi karena para produsen butuh waktu untuk mendistribusikan alat pengemas sederhana ke seluruh Indonesia. “Kami dari produsen juga sudah mulai mengurangi pasokan minyak goreng dalam bentuk curah mulai awal tahun ini. Kami juga akan segera mendata dan mendistribusikan kebutuhan mesin pengemas sederhana di tingkat pengecer di seluruh Indonesia,” katanya.

Di sisi lain, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Seluruh Indonesia Abdullah Mansuri mengatakan hingga saat ini dia belum mendapatkan informasi bahwa mesin pengemas sudah tersedia di pasar tradisional.

Menurutnya, para pedagang di pasar telanjur cemas mengenai ketidakpastian pasokan minyak goreng pascamunculnya kembali rencana penerapan penjualan minyak goreng wajib kemasan. “Kami butuh kepastian, kapan kebijakan tersebut dilakukan secara penuh.”

Konsistensi pemerintah dan produsen dalam mengimplementasikan kewajiban migor kemasan diperlukan. Terus tertundanya pelaksanaan kebijakan tersebut menjadi tanda pemerintah dan produsen sejatinya tidak benar-benar siap mengimplementasikan mandatori itu.

Sumber: Bisnis Indonesia