Meningkatnya permintaan pasar global, memang merupakan dinamisasi akan keberadaan minyak sawit mentah (CPO dan berbagai produk turunannya. Keberadaan CPO dan produk turunannya yang kian digemari pasar global, merupakan bagian dari bukti keberadaan minyak sawit yang sehat dikonsumsi manusia dan ramah lingkungan.

Kendati sebagian kalangan masih berkutat pada penolakan keberadaan CPO, namun pasar global kian menjadikan minyak sawit sebagai primadona pasar. Meningkatnya konsumsi pasar global akan minyak sawit, juga menjadi indikator utama bagi Pemerintah Indonesia, akan pentingnya minyak sawit sebagai penggerak ekonomi nasional.

Lantaran, ekonomi Indonesia sebagian besar berasal dari ekspor non migas, yang didominasi dari penjual ekspor CPO dan produk turunannya. Lebih dari US$ 16 Miliar setiap tahunnya, pendapatan devisa Indonesia berasal dari ekspor CPO dan produk turunannya. Besarnya potensi minyak sawit dan produk turunannya, secara nyata turut pula menopang pembangunan nasional.

 

Keberlanjutan Pasar Ekspor

Lantaran masih berorientasi pasar ekspor, minyak sawit asal Indonesia, kerap mendapatkan berbagai hambatan perdagangan. Berbagai persoalan sosial dan lingkungan, seringkali diangkat menjadi isu utama dari keberadaan CPO yang diperdagangkan. Sebut saja pasar Uni Eropa, yang kerap mempertanyakan produksi CPO yang dihasilkan, kendati sudah ada sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yang berlaku mandatori dan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang berlaku sukarela.

Keberadaan sertifikasi ISPO dan RSPO yang memperkuat keberadaan CPO dan Produk turunannya secara berkelanjutan, juga tidak menggugah para pembuat kebijakan untuk melonggarkan aturan perdagangan ke pasar Uni Eropa. Dari hambatan tarif hingga non tarif, seringkali menjadi batu sandungan bagi ekspor CPO dan produk turunannya ke Pasar Uni Eropa.

Sebab itu, berbagai persoalan sosial dan lingkungan yang sering di suarakan pasar Uni Eropa, sejatinya bukan menjadi persoalan utama dari perdagangan minyak sawit. Melainkan perlindungan akan nasib jutaan petani soybean (kacang kedelai) yang menjadi konsen utama mereka. Produsen minyak kacang kedelai, yang melibatkan jutaan petani Uni Eropa, memiliki ketakutan besar, apabila minyak sawit bebas mengalir masuk kedalam pasar Uni Eropa.

Penyebab utama “Takut akan minyak Sawit” sudah menjadi pembicaraan lama dan mendalam di kalangan produsen minyak kacang kedelai. Lantaran, secara produktivitas, hasil minyak sawit hampir 10 kali lipat lebih banyak setiap hektarnya. Itulah, penyebab utama ketakutan pasar Uni Eropa, yang selama ini dipendam dalam kota-kota mereka.

Keberadaan minyak sawit yang lebih dari 80% dipergunakan sebagai minyak makanan dan berbagai produk turunannya. Sejak tahun 1990an silam, sudah digunakan sebagian besar industri minyak makanan dan produk turunan dunia termasuk Uni Eropa. Terlebih, paska tahun 2006, saat produksi minyak sawit global mengalahkan produksi minyak kacang kedelai di dunia.

Lantaran, sejak dikeluarkan pernyataan USDA tahun 2005 lalu, mengenai dampak kesehatan mengonsumsi minyak sawit dan produk turunannya yang tidak berbahaya bagi kesehatan, maka secara berkelanjutan, berbagai industri turunan minyak makanan, menjadikan minyak sawit sebagai bahan baku alternatif yang selalu siap digunakan.

Sejak itulah, maka keberadaan minyak kacang kedelai mengalami kesuraman. Perlahan tapi pasti, harga minyak kacang kedelai sudah tak pernah mengalami lonjakan harga baru akibat defisit hasil panennya. Di sisi lain, harga CPO dan produk turunannya yang “relatif murah” kian mendapatkan tempat baru di pasar internasional termasuk Uni Eropa.

Konstelasi pasar minyak nabati yang selalu berkompetisi dalam memasok minyak makanan, juga mengalami perubahan drastis. Paska kenaikan harga crude oil global, maka negara-negara produsen minyak nabati, juga berlomba-lomba menggunakan minyak nabati sebagai bahan baku guna menghasilkan minyak bahan bakar. Alhasil, minyak sawit kembali menjadi primadona minyak bahan bakar global.

Apa penyebabnya? Kompetitif dari CPO dan produk turunannya memang berasal dari mata rantai karbonnya. Secara kimia sederhana, minyak sawit memiliki rantai karbon terlengkap dan paling istimewa dibandingkan minyak nabati lainnya. Sebab itulah, maka minyak sawit dapat menjadi primadona bagi minyak makanan dan non makanan.

 

Sumber: Infosawit.com