Oleh : Sahat M. Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI)
Menjelang Hari Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2022 diprediksi permintaan kebutuhan bahan pokok (bapok) meningkat. Tak terkecuali minyak goreng yang masuk ke dalam 11 komoditas pangan strategis di Indonesia.
Namun masyarakat tak perlu khawatir karena pasokan minyak goreng dalam negeri cukup melimpah. Salah satu upaya untuk menjaga kestabilan pasokan (availability) minyak goreng dengan harga yang terjangkau (afforedable) di 17.000 Titik Jual Pasar (TJP) di seluruh Indonesia, Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) mengusulkan agar Program Minyak Goreng Kemasan Rakyat (MGKR) dengan merek dagang “MINYAKITA” tetap dijalankan, dan digalakkan agar secara bertahap menggantikan minyak goreng curah. Pola DMO yang sekarang ini diberlakukan untuk mendapatkan PE ( Perijinan Ekspor dengan ratio tertentu) digantikan dengan pola yang lebih efisien dan lugas pelaksanaannya, yaitu bentuk model “Subsidi”.
Subsidi yang dimaksud ini terjabarkan, berupa selisih HAK ( Harga Acuan Kelayakan, yaitu sesuai degan harga pasar ) dikurangi dengan HET ( Harga Eceran Tertinggi) . Besaran Subsidi ini tergantung lokasi pasar – terutama bagi daerah-daerah yang jauh dan tinggi ongkos angkutnya, perlu diberikan ekstra perhatian.
Subsidi yang akan dialokasikan untuk Minyak Goreng Rakyat ini , diperoleh dari Levy ( Dana Pungutan = DP) export yang dikumpulkan oleh BPDP-KS
Pemerintah telah berketetapan, bahwa Minyak Goreng Rakyat ( Curah dan atau kemasan sederhana) untuk pasar domestik harus affordable dan available diseluruh TJP di Indonesia, dan harga yang affordable ini tidak diuntai ( cascade ) dari harga minyak sawit di pasar global yang tinggi dan punya volatity yang tinggi.
Risiko melencengnya MGKR , ke para spekulator akibat disparitas harga yang tinggi (= HAK-HET) tidak melakukan rush buying , dan MGKR mencapai masyarakat luas dengan baik ,maka alur pendistribusiannya ke TJP tepat sasaran diperlukan sistim monitorng /pengawasan dari Produsen – ke D1 – ke D2/Agen dan ke TJP dengan memakai IT yang telah ada, yaitu PUJLE dan SIMIRAH, dan D1 itu haruslah badan Pemerintah ( BULOG dan ID Food).
Karena D1-Pemerintah ini telah memiliki jaringan di berbagai Propinsi, dan sambil berjalan mereka akan memperbaiki systim distribusinya, agar MKGR sampai ke Konsumen secara efisien.
Selain itu, Bulog dan ID Food turut aktif mengembangkan usaha packing minyak goreng di daerah, dengan menggandeng BUMD setempat. Hal ini penting dilakukan agar biaya transportasi dapat di minimalisir dan membuka lapangan kerja.
Diusulkan juga , dalam melaksanakan tata-kelola MGKR ini, D1 Pemerintah membeli/menem-patkan Order Pembelian ke Produsen-Produsen Migor ( ada 75 perusahaan yang ada ) dengan harga pasar (HAK) , dan untuk itu D1 -Pemerintah ini mendapatkan besaran Subsidi dari BPDP-KS, sesuai dengan kesepakatan/perjanjian kerja distribusi MKGR yang di buat bersama secara periodik.
Dampak positifnya ketertelusuran (Traceability) dari aliran minyak goreng semuanya tercatat di SIMIRAH dan Sistim IT Kemendag.
Terkait pemasok minyak goreng ke D1-Pemerintah ini , dapat diperoleh dari PT Perkebunan Nusantara, eksportir minyak goreng dan Produsen minyak goreng terdekat ke lokasi titik jual pasar, dan juga D1-Pemerintah dapat mengembangkan Industri Pengemasan Migor di berbagai daerah dan bekerjasama dengan BUMD.
Kita berharap adanya Program Minyak Goreng Kemasan Rakyat dengan pola “Subsidi” ini, Tata Kelola minyak goreng dalam negeri semakin baik dan tidak terjadi lagi carut-marut pasokan MKGR akibat kenaikan harga CPO di pasar global yang tinggi, dengan sendirinya bisa teratasi dengan baik.
……………………………………………………..o0o………………………………….Jakarta 7 Desember 2022.