JAKARTA- Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumatera Selatan mendorong hilirisasi komoditas strategis, terutama pertambangan dan perkebunan, untuk memperoleh nilai tambah yang lebih besar. Selama ini, Muba menjadi tujuan investasi sejumlah perusahaan pertambangan dan perkebunan multinasional, namun hanya menjual komoditas mentah.

“Soal investasi, Muba itu tempat berinvestasi. Tapi kami hanya menjual barang mentah. Kami ingin tingkatkan nilai tambah melalui hilirisasi sejumlah komoditas strategis. Biofuel, petrokimia, itu nilai tambah yang ingin kami ciptakan,” ungkap Bupati Muba, Dodi Reza Alex Noerdin, saat berdiskusi dengan jajaran Redaksi Berita Satu Media Holdings, di Jakarta, Jumat (24/7) lalu.

Dodi menambahkan, Kabupaten Muba sejak lama menjadi lumbung energi nasional. Gas dari Muba telah mengalir ke Pulau Jawa, bahkan hingga Singapura. Cadangan gas dari kabupaten tersebut menjadi yang terbesar kedua di dunia setelah cadangan gas di Tangguh, Papua.

“Minyak tinggal sedikit. Untuk gas, silakan cek pemberitaan, awal tahun ini Repsol menemukan cadangan gas keempat terbesar di dunia di Muba. Gas yang dihasilkan Conoco Philips di Muba, sudah lama mengaliri listrik ke Jawa dan Singapura melalui kabel bawah laut,” ungkapnya.

Selain pertambangan migas, Dodi mengungkapkan, komoditas strategis lain di wilayahnya adalah perkebunan karet dan kelapa sawit. “Karet sebagian besar miliki perusahaan. Itu yang juga banyak menyumbang pemasukan ke negara,” jelasnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dari 14.000 kilometer persegi (km2) luas wilayah Muba, luas perkebunan karet mencapai luas 217.000 hektare (ha) atau setara 2.170 km2. Sedangkan, perkebunan kelapa sawit seluas 43.000 ha (430 km2). Dengan demikian luas perkebunan dua komoditas tersebut mencapai 20% dari total wilayah Muba. “Jadi kontribusi terbesar dari Muba itu migas, kelapa sawit, dan karet,” ujarnya.

Selama ini, lanjut Dodi, hasil tambang dan perkebunan itu kebanyakan dijual dalam bentuk mentah.  Untuk itu, di masa pemerintahannya, dia mendorong hilirisasi komoditas strategis tersebut agar memiliki nilai tambah besar bagi perekonomian di daerahnya.

“Kami akan upgrade nilai tambah hasil komoditas. Caranya lewat hilirisasi komoditas,” katanya.

Salah satu yang dilakukan adalah merintis inovasi dalam pengolahan kelapa sawit menjadi bahan bakar ramah lingkungan dan terbarukan (biofuel). Sejak Oktober 2017, Kabupaten Muba menjadi proyek percontohan nasional peremajaan kelapa sawit milik rakyat yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. Proyek peremajaan sawit yang asalnya hanya seluas 4.446 ha kini sudah menjadi 12.000 ha.

Setiap petani menggarap 2-4 ha lahan perkebunan kelapa sawit. Melalui peremajaan bibit dan pupuk yang bagus, mampu meningkatkan produktivitas tanaman tersebut sehingga bisa dipanen dalam waktu 1,5 tahun.

“Bahkan sudah ada tes DNA bibit kelapa sawit dari Amerika untuk mengetahui apakah bibit sawit ini nantinya menghasilkan pohon dan buah yang bagus. Ini membantu petani untuk meningkatkan produktivitas kelapa sawit mereka,” ungkap Dodi.

Dengan peremajaan tersebut, produktivitas kelapa sawit yang semula hanya 3-4 ton per tahun, meningkat lebih dua kali lipat menjadi 8-10 ton per tahun. Peremajaankelapa sawitini juga menepis anggapan dunia, kalaukelapa sawitdi Indonesia dibangun dengan membakar hutan dan menggunakan bahan kimia.

Pemkab Muba juga berencana membangun pabrik untuk membuat bahan bakar nabati ini untuk menunjangEnergi Terbarukannasional. “Kami ingin meningkatkan nilai tambah yang kami jual. Dari hanya minyak mentah (CPO) menjadi biofuel. Pada Agustus mesinnya akan dipasang di Muba. Dari mana bahan minyak kelapa sawitnya? Itu tadi dari kelapa sawit milik masyarakat yang luasnya 12.000 ha. Jadi ini dari hulu ke hilir semua dilakukan di Muba,” jelas Dodi.

Upaya hilirisasi lain yang bisa dilakukan adalah pengolahan gas untuk memenuhi kebutuhan gas rumah tangga menggantikan elpiji yang selama ini masih diimpor.

Kawasan Industri Hijau

Dodi menambahkan, pihaknya tengah menyiapkan pembangunan kawasan industri hijau pada 2021 mendatang. Kawasan seluas ratusan hektare (ha) ini nantinya bakal menjadi pusat hilirisasi komoditas kelapa sawit, aspal karet, serta migas.

Pemkab Muba telah memproyeksikan empat lokasi strategis untuk membangun kawasan industri hijau ini karena dekat dengan sumber-sumber energi yang ada. “Salah satunya di lokasi cadangan gas Bayung Lencir yang disebut merupakan lokasi cadangan gas terbesar keempat di dunia,” ungkapnya.

Selain itu, lokasi kawasan ini juga berdekatan dengan proyek pembangunan infrastruktur nasional, seperti jalan tol, sehingga diyakini bakal menarik minat investor.

Konsep pembangunan industri hijau di Muba ini, nantinya akan menyatukan seluruh industri, baik migas dan perkebunan, menjadi satu kawasan yang juga akan terkoneksi dengan kawasan Golden Triangle Muba. Untuk merealisasikan target ini, Pemkab Muba telah berkoordinasi dengan Kemenko Perekonomian.

Dodi juga mengungkapkan, salah satu prioritas yang dilakukannya adalah membangun konektivitas. Dengan jumlah penduduk hanya sekitar 700.000 jiwa yang menempati wilayah 23 kali luas DKI Jakarta, konektivitas menjadi persoalan besar di Muba.

Minimnya konektivitas membuat tingkat kemiskinan di Muba sangat tinggi, mencapai 16%, di atas tingkat kemiskinan nasional 9%.

Akan tetapi, membangun konektivitas di Muba bukan perkara mudah dan murah. Dodi mengungkapkan, membangun jalan di Muba lebih mahal dari Jawa, karena kontur tanahnya berupa lahan gambut dan rawa.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia