Jakarta, CNBC Indonesia – Pertarungan kepentingan energi dan pangan kini benar-benar terjadi. Saat terjadi lonjakan harga minyak goreng di dalam negeri, ada desakan dari pengusaha agar mandatori B30 atau kewajiban pencampuran minyak sawit sebanyak 30% pada solar kembali dikurangi.

Dengan kata lain kebijakan mandatori B30 turut menjadi sasaran untuk menekan lonjakan harga minyak goreng di Tanah Air. Produsen minyak nabati nasional, GIMNI menyebutkan, untuk menahan laju harga minyak goreng, harus dilakukan dengan memangkas konsumsi CPO di dalam negeri.

Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang adalah bahan baku minyak goreng, memang tengah bergerak liar di pasar internasional. Akibat kurang pasokan global saat permintaan bergerak naik pasca pelonggaran PPKM di sejumlah negara dan daerah Indonesia. Ditambah gangguan cuaca yang menekan tingkat produksi minyak nabati dunia.

 

Jelang akhir tahun 2020, permintaan CPO dunia bergerak naik 2,3% dan meningkat jadi 3,2% di tahun 2021. Sementara produksi Indonesia meleset dari target 51,5 juta ton menjadi hanya 50,3 juta ton. Produksi CPO Malaysia juga diperkirakan drop 12% dari sebelum pandemi Covid-19. Dipicu pengetatan pembatasan aktivitas masyarakat saat pandemi, berdampak pada terbatasnya pemanen.

“Produksi rapeseed oil dan kedelai global juga drop. Secara total, produksi minyak nabati dunia anjlok 3,5% di tahun 2021. Padahal, setelah lockdown mulai dilonggarkan, permintaan meningkat. Jadi, short supply picu kenaikan harga,” Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga kepada CNBC Indonesia, Selasa (4/1/2022).

Produksi minyak nabati dunia tahun 2022 diprediksi tidak akan berbeda dibandingkan tahun 2021. Sementara permintaan dunia diprediksi naik jadi 240,4 juta ton dibandingkan tahun 2021 yang mencapai 240,1 juta ton. Menurut Sahat, sekitar 84,7 juta ton diantaranya adalah minyak sawit (CPO dan PKO).

“Dengan ekspektasi produksi minyak sawit Indonesia tahun 2022 relatif baik, short supply global diprediksi masih berlanjut. Sehingga harga CPO kemungkinan masih akan bertengger di rentang RM 4.900 per metrik ton atau Rp 14.300 per kg untuk harga Dumai,” kata Sahat.

Untuk menekan laju permintaan yang diharapkan bisa membatasi lonjakan harga CPO dan produk turunannya, Sahat mengusulkan pemerintah untuk sementara menurunkan mandatori biodisel dari B30 menjadi B20. Hal ini bisa mengurangi tekanan permintaan, sehingga bisa berimbas pada turunnya harga bahan baku minyak goreng.

“Dengan begitu, konsumsi CPO untuk biodiesel akan berkurang 3 juta ton. Ini cukup untuk memenuhi kebutuhan 1 tahun minyak goreng curah di dalam negeri,” kata Sahat.

Di sisi lain, dia menambahkan, pemerintah bisa membantu mengurangi beban masyarakat berpenghasilan rendah yang paling terpengaruh lonjakan harga minyak goreng. Dengan memberikan subsidi langsung dengan menggunakan dana APBN.

“Tapi, subsidi harus langsung kepada konsumen yang berpenghasilan rendah. Bisa dengan kartu. Jangan diberikan subsidi kepada produsen, apalagi menggunakan dana BPDPKS. Nanti bisa-bisa kita diajukan ke WTO, jadi malapetaka,” kata Sahat.

 

Sumber: Cnbcindonesia.com