JAKARTA – Nilai ekspor minyak sawit Juli tahun ini mencapai US$ 1,87 miliar, atau meningkat sekitar 15% dari bulan sebelumnya yang hanya US$ 1,62 miliar. Peningkatan nilai ekspor tersebut didorong oleh membaiknya rata-rata harga minyak sawit mentah {crude palm oil/CPO) pada Juli menjadi US$ 659 per ton (CIF Rotterdam) dari Juni yang hanya US$ 602 per ton.

Dalam data yang dipublikasikan oleh Gabungan Pengusaha kelapa sawit Indonesia (Gapki), volume ekspor minyak sawit pada Juli juga meningkat 362 ribu ton menjadi 3,13 juta ton dari bulan sebelumnya 2,77 juta ton. Kenaikan volume ekspor tersebut terutama dipicu oleh meningkatnya ekspor produk olahan CPO dan laurik. Ekspor produk olahan CPO naik 352 ribu ton, yakni dari 1,61 juta ton menjadi 1,96 juta ton. Sedangkan laurik (palm kernel oil/PKO dan olahan PKO) naik 32 ribu ton. Ekspor oleokimia relatif tetap sedangkan ekspor biodiesel dan CPO mengalami penurunan masing-masing sekitar 3.000 ton dan 19 ribu ton.

Dalam publikasi itu juga disebutkan, ekspor minyak sawit ke Tiongkok dan Timur Tengah menjadi kontributor utama kenaikan ekspor pada Juli, ekspor ke Tiongkok naik 188 ribu ton (43%) menjadi 629 ribu ton dan ke Timur tengah naik 107 ribu ton (65%) menjadi 273 ribu ton. Sementara ekspor ke India turun 31 ribu ton (5%) dan ke Afrika turun 41 ribu ton (15%). “Ekspor dan permintaan minyak sawit dalam negeri terus membaik. Pada Juli, nilai ekspor minyak sawit meningkat US$ 244 juta menjadi US$ 1,87 miliar, nilai ekspor tersebut sekitar 13,60% dari nilai ekspor nasional yang sebesar US$ 13,30 miliar,” jelas Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono di Jakarta, kemarin.

Meskipun volume ekspor Juli meningkat, sepanjang Januari-Juli 2020 ekspor minyak sawit nasional hanya mencapai 18,63 juta ton atau 1,19 juta ton lebih rendah dari periode sama tahun lalu. Ekspor ke Tiongkok pada Januari-Juli 2020 hanya sebesar 2,63 juta ton atau 61% dari periode sama tahun lalu yang sebesar 4,28 juta ton. Sementara ekspor ke India pada Januari-Juli 2020 justru meningkat menjadi 3,25 juta ton atau lebih tinggi 22% dari periode sama tahun lalu.

Sedangkan konsumsi minyak sawit domestik pada Juli 2020 naik 97 ribu ton menjadi 1,43 juta ton dari bulan sebelumnya. Kenaikan terbesar pada konsumsi biodiesel 87 ribu ton menjadi 638 ribu ton pada Juli, konsumsi oleokimia juga naik 6.000 ton menjadi 148 ribu ton, dan produk pangan naik 4.000 ton menjadi 642 ribu ton. Sampai Juli 2020, total konsumsi minyak sawit domestik mencapai 10,09 juta ton atau 3% lebih tinggi dari periode sama tahun lalu. Kenaikan terbesar pada oleokimia hingga 45% dan biodiesel 27%, sedangkan produk pangan 15% lebih rendah.

Sementara itu, produksi CPO pada Juli 2020 mencapai 3,85 juta ton atau 6,20% lebih rendah dari Juni 2020 dan secara tahunan 8,20% lebih rendah dari tahun lalu. Rendahnya produksi tahun ini diperkirakan akibat pemberian pupuk yang kurang demi menekan biaya ketika harga rendah tahun lalu. Dengan produksi tersebut, stok akhir Juli 2020 sebesar 3,62 juta ton atau 253% dari konsumsi.

Tren Kenaikan Harga

Pada bagian lain, harga CPO di pasar internasional saat ini menunjukkan tren kenaikan yang diduga berdampak pada naiknya harga di pasar domestik. Harga CPO di Provinsi Jambi pada periode 18-24 September 2020 naik Rp 34 per kilogram (kg) dari periode sebelumnya, yakni dari Rp 8.971 menjadi Rp 9.005 per kg. Hasil yang ditetapkan tim perumus harga sawit Provinsi Jambi menyebutkan, untuk harga inti sawit turun Rp 25 per kg dari Rp 4.370 menjadi Rp 4.345 per kg, tandan buah segar (TBS) naik tipis Rp 4 dari Rp 1.516 menjadi Rp 1.520 per kg.

Hal yang sama juga terjadi di Riau. Pekan lalu, seperti dilansir Antara, harga TBS di Riau di antaranya untuk umur empat tahun ditetapkan Rp 1.635.09 per kg, umur lima tahun Rp 1.788,02 per kg, umur enam tahun Rp 1.831,12 per kg, umur tujuh Rpl.902.57 per kg, umur delapan tahun Rp 1.955.23 per kg, dan umur sembilan tahun Rp 2.001,50 per kg. Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau Zulfadli melalui Kabid Pengolahan dan Pemasaran Disbun Riau Defri Hatmaja mengatakan, sentimen seputar penurunan output September 2020 menjadi pemicu kenaikan harga CPO.

Harga CPO untuk kontrak pengiriman November di Bursa Malaysia Derivatif Exchange naik 2,38% ke RM 2.878 per ton sekitar Rp 1,03 juta per ton. Sejak awal September, harga CPO kokoh berada di atas RM 2.800 per ton dan mulai mendekati RM 2.900 per ton atau Rp 1,04 juta per ton. Pada September-November 2020 merupakan musim puncak produksi CPO, bahkan Kena-nga Research memproyeksikan produksi Malaysia September naik 4,70% dari bulan sebelumnya menjadi 1,95 juta ton. Institusi riset tersebut juga mengatakan ekspor bulan ini akan naik 3,10% dari bulan sebelumnya menjadi 1,63 juta ton jelang pertengahan musim gugur dan perayaan Deepavali.

Sumber: Investor Daily Indonesia