Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (IC-CEPA) akan resmi berlaku pada 10 Agustus 2019 atau 60 hari setelah pertukaran Instrument of Ratification (lloR) antara kementerian kedua negara, Selasa (11/6). Perjanjian dagang ini bakal mendongkrak nilai perdagangan kedua negara hingga 100% menjadi US$ 548 juta dalam tiga tahun mendatang, dibandingkan 2018 sebesar US$ 274 juta.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, IC-CEPA akan membuka pintu bagi produk ekspor Indonesia di wilayah Amerika Selatan. Chile akan menjadi negara penghubung (hub) ekspor Indonesia di Amerika Selatan. “Saya percaya IC-CEPA akan meningkatkan perdagan-ganmaupuninvestasi kedua negara,” ujar Enggar.
Pertukaran loR merupakan prosedur legal penting sebelum berlakunya IC-CEPA. Pertukaran tersebut dilakukan Enggarbersama Wakil Menteri Luar Negeri Bidang Perdagangan Chili Rodrigo Yefiez Benitez. Di In -donesia, ratifikasi ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 11 Tahun 2019 tentang Pengesahan Persetujuan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Chili.
Enggar menerangkan, dirinya telah menyampaikan pentingnya manfaat perjanjian tersebut bagi pelaku usaha kedua negara kepada Rodrigo. Kedua negara ini akan mendorong sektor swasta mengembangkan kemungkinan-kemungkinan baru di tengah perdagangan komoditas yang ada.
Enggar akan mengundang pemerintah Chile untuk menyebarluaskan manfaat dan peluang IC-CEPA. “Saya juga mengusulkan agar Chile mengadakan rangkaian sosialisasi serupa di Chile dengan mengajak KBRI di Santiago,” kata dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Iman Pambagyo mengatakan, meskipun pasar Chile tidak terlalu besar, Indonesia akan memiliki akses lebih luas. “Dengan IC-CEPA, kita sepakati penurunan tarif bea masuk (BM) menjadi sebagian besar 0%. Itu artinya, kita punya akses lebih baik ke pasar Chile. Chile adalah hub ekspor kita di Amerika Latin,” katadia.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) Kanya Lakshmi optimistis ada potensi ekspor sawit ke Chile. Namun, dia belum tahu kesiapan produsen nasional dan peta persaingan dengan Kolombia yang merupakan penghasil sawit di Amerika Latin.
“Kami berharap punya nilai tambah lebih besar dibandingkan Kolombia. Kami butuh hitung-hitunganan bisnis lebih bagus. Kalau pengolahan belum siap, kami kirim produk mentah. Bisa juga sebaliknya. Kita belum eksplor lebih dalam,” kata dia.
Detail Perjanjian
Melalui IC-CEPA, Chile akan menghapus tarif BM 7.669 atau sekitar 89,6% dari total pos tarif produk impor Indonesia, antara lain minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) turunannya, tekstil dan alas kaki, otomotif, kertas dan bubur kertas (pulp and paper), perikanan, makanan dan minuman, mebel, sorbitol, perhiasan, serta kopi.
Sementara itu, Indonesia akan mengeliminasi 86,1% atau 9.308 pos tarif impor produk-produk asal Chile, antara lain buah-buahan segar maupun kering (dried fruits), produk susu, salmon, bubur kertas (pulp), minyak ikan, tembaga dan bijih besi. Sesuai kesepakatan, setelah implementasi IC-CEPA dilaksanakan, kedua negara akan melanjutkan perundingan ke tahap selanjutnya, yaitu perdagangan di sektor jasa dan investasi. Setelah pedanjian tarif barang, tahap selanjutnya adalah perundingan di bidang jasa dan investasi, karena memang IC-CEPA dilakukan bertahap.
“Untuk tenggat waktunya, akan dibahas Iebih lanjut melalui Joint Committee IC-CEPA yang akan bertemu sesuai kesepakatan bersama,” ucap Enggar.
Terkait perang dagang, Enggar mengatakan ratifikasi IC-CEPA ini merupakan sinyal bagus, kar -ena kedua negara menunjukkan pentingnya sistem dagang multilateral. Selain itu, kedua negara APEC.
Wakil Menteri Luar Negeri Bidang Perdagangan Chile Rodrigo Yefiez Benitez menambahkan, perjanjian tersebut menunjukkan kemitraan kedua negara di tengahsituasi dunia yang menantang saat ini. IC-CEPA juga menjadi sinyal bagi Chile untuk memperkuat kehadirannya di lebih banyak wilayah dan menegaskan pentingnya rules based order dalam perdagangan, baik di G20 APEC maupun di Asean. “Indonesia adalah mitra strategis Chile dan juga sebaliknya,” ucap dia.
Benitez optimistis Indonesia dan Chili dapat mewujudkan nilai perdagangan hingga menembus US$ 1 miliar, menyamai total perdagangan Chile dan Vietnam, yang telah terlebih dahulu memiliki perjanjian dagang. \’Tidak ada alasan perdagangan dengan Indonesia tidak bisa melampaui angka itu, atau bahkan lebih. Diperlukan ambisi bersama dari seluruh stakeholders,” kata dia.
Iman Pambagyo menerangkan, perjanjian dagang menjadi faktor utama yang menyebabkan Indonesia kalah bersaing dengan Vietnam di Chile. Perjanjian itu membuat tarif BM produk Vietnam di Chile 0%, sehingga investasi masuk Vietnam. “Ada banyak sekali yang bisa dijual ke Chile. Kami sedang mengkaji produk ekspor apa saja yang bisa dialihkan dari Vietnam ke Indonesia,” jelas Iman.
Selama Januari-Maret 2019, total perdagangan Indonesia-Chile mencapai US$ 56,1 juta. Perinciannya, ekspor Indonesia mencapai US$ 34,9 juta dan impor sebesar US$ 21,2 juta. Chili merupakan negara tujuan ekspor Indonesia ke-55 dengan total ekspor US$ 158,9 juta pada 2018, meningkat 0,3% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 158,5 juta.
Produk ekspor utama Indonesia ke Chile adalah alas kaki, pupuk, mobil, surfaktan organik, locust beans, rumput laut, bit gula, dan tebu. Adapun produk utama Chile yang diekspor ke Indonesia adalah buah anggur, tembaga, bubur kayu kimia, biji besi, lemak, dan minyak serta fraksinya dari ikan atau mamalia laut.
Sumber: Investor Daily Indonesia