JAKARTA – Batik telah menjadi bagian dalam budaya Indonesia selama beratus tahun dan berkembang melalui evolusi dan interaksi antar budaya. Sebagai produk budaya yang tumbuh menjadi industri dan mengandalkan aspek kreatifitas untuk memenuhi dinamika perkembangan peradaban / budaya dan konsumennya, pada saat ini batik masuk dalam lingkup industri kreatif Indonesia.

Sebagai industri, industri kreatif batik telah memberikan kontribusi significant bagi perekonomian dengan keterlibatan jumlah pekerja yang besar dan mencapai  lebih dari 916.000 orang pada tahun 2010  yang didominasi oleh usaha mikro dan kecil (99,39%) sebanyak lebih dari 55.000 usaha batik.

Posisinya sebagai salah satu identitas bangsa Indonesia batik juga  telah dikukuhkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan  dan Non bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO pada tanggal 28 September 2009, bahkan tanggal penyerahan piagamnya pada 2 Oktober 2009 ditetapkan oleh pemerintah sebagai Hari  Batik Nasional.

Pembatikan merupakan rangkaian proses penutupan pola atau motif pada lembaran kain dengan lilin (di industri batik Jawa disebut dengan istilah malam) untuk menghalangi penetrasi pewarnaan, sehingga warna asal kain akan tetap tertinggal berupa pola atau motif yang dibuat setelah proses pewarnaan, diikuti pelepasan lilin melalui proses perebusan (di industri batik Jawa  disebut dengan istilah lorod).

Lilin malam yang digunakan dalam pembatikan merupakan formulasi campuran dari berbagai jenis lemak, wax dan resin yang pada awalnya semua bersumber dari bahan alam karena kebutuhan yang masih terbatas dan sumber daya masih mampu menyediakan.

Berbagai formula lilin malam tersebut memiliki karakteristik yang sesuai penggunaannya sesuai dengan aplikasi spesifiknya pada pembatikan didasari karakteristik individual penyusunnya. Penyusun lilin malam tersebut adalah kote atau lilin lebah, gondorukem, damar matakucing, kendal yang kesemuanya dari tanaman atau binatang serta parafin yang bersumber dari minyak minyak bumi. Masing-masing bahan tersebut memiliki spesifikasi spesifik yang dibutuhkan dalam untuk proses pembatikan terutama titik leleh, titik beku, daya tembus lembaran katun (viscositas) dan elongitasnya.

Sayangnya minyak bumi merupakan sumber daya yang ketersediaannya sangat terbatas, dengan cadangan minyak terbukti Indonesia (2016) sebesar 2.933 MMSTB (Million Stock Tank Barrel), jumlah ini terus menurun dari tahun 2013 yaitu 3.692,5 MMSTB (Million Stock Tank Barrel), sehingga bila tidak ada penambahan cadangan yang significant  maka dalam waktu sekitar 15 tahun cadangan tersebut akan habis.

Ketergantungan pemenuhan kebutuhan minyak bumi tidak hanya mengancam kemandirian bahan energi cair tetapi juga berbagai industri yang menggunakan bahan tersebut sebagai bahan bakunya. Sehingga pencarian dan penyediaan bahan alternatif merupakan kebutuhan mendesak yang harus dilakukan untuk menjaga keberlanjutan ekonomi dan industri.

Formulasi turunan sawit tersebut merupakan subtitusi potensial dari paraffin batik untuk industri kreatif batik. Keberhasilan formulasi tersebut akan memberi peluang bagi kemandirian jaminan penyediaan bahan bagi industri ini secara jangka panjang berbasis bahan terbarukan.

Sementara itu Indonesia memiliki sumberdaya melimpah sawit yang saat ini telah menjadi penopang ekonomi penting sebagai komoditas primer. Industri minyak sawit diperkirakan telah menjadi sumber mata pencaharian bagi lebih dari 4 juta keluarga (>15 juta jiwa), sumber devisa negara yang telah mencapai US$ 18,1 milyar pada tahun 2016, serta investasi yang sangat besar dengan keberadaan 11,91 juta hektar perkebunan sawit nasional saat ini.

Minyak sawit memiliki fraksi padat stearin yang saat ini umumnya dipisahkan dalam industri refinery – fraksinasi. Produk tersebut merupakan bahan untuk industri margarin, shortening dan speciality fatlainnya serta bahan baku bagi industri oleokimia Fatty Acid terutama Palmitic Acid dan Stearic Acidatau campuran keduanya.

Sifat fisik Stearin, Stearic Acid dan Palmitic Acid yang mendekati karakteristik parafin batik dari minyak bumi, sehingga turunan minyak sawit tersebut memiliki peluang untuk mensubstitusinya. Titik leleh parafin batik untuk malam batik menurut  SNI 06-6319-2000 ada dalam range 50-600C meskipun parafin batik yang tersedia dipasar memberikan tipical variasi titik leleh yang lebih lebar antara 46-680C, sementara slip point Stearin diatas 440C, dan titik leleh pada Stearic Acid 69,60C dan Palmitic Acid 62,90C.

Namun lemak padat sawit tersebut masih memerlukan berbagai tahapan proses modifikasi struktur molekulnya untuk dapat kompatibel dengan komponen-komponen penyusun lainnya sehingga diperoleh karakteristik formula malam batik yang tepat. (Wiwik Handayani, ST, MTPusat Teknologi Agroindustri – BPPT)

 

Sumber: Infosawit.com