Kawasan hutan berfungsi sebagai ekologi, ekonomi dan sosial. Ketiga fungsi tersebut menjadi pegangan atau acuan bagi KLHK dalam mengelola kawasan hutan sebagai penyedia ruang untuk sektor lain termasuk perkebunan sawit.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) telah memberikan izin pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan sawit seluas 5.418.413 hektare sepanjang periode 1987-2018. Pelepasan dapat dijalankan karena ada payung hukumnya. Dengan begitu tidak bisa dikatakan sawit penyebab utama deforestasi.

“Pelepasan kawasan hutan seluas tadi berlangsung dari tahun 1987 sampai akhir tahun 2018,” kata Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Sigit Hardwinarto, pada penghujung Desember 2018.

Kebijakan yang berkaitan tata kelola yang terbaru yaitu adanya Perpres No 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit pada September 2018. Inpres tersebut memerintahkan kepada instansi pemerintah pusat dan daerah untuk mengevaluasi kembali izin pelepasan kawasan serta menunda pembukaan kebun sawit selama masa tiga tahun.

Dan, tidak dipungkiri untuk membangun kebun-kebun sawit jutaan hektar lahan dikonversi, termasuk kawasan hutan dan lahan pertanian lainnya. Data dari  Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat kawasan hutan yang ada di Indonesia dikategorikan menjadi 5 yaitu Hutan Konservasi 18,13% (21.902.407), Hutan Lindung 24,54% (29.638.468), Hutan Produksi Terbatas (HPT) 22,22% (26.843.7468), Hutan Produksi Tetap (HP) 24,23% (29.265.410), Hutan Produksi yang dapat dikonservasi 10,87% (13.133.580). Perkebunan sawit masuk pada Hutan Produksi yang jumlahnya mencapai 13.133.580 hektar.

Kategori Kawasan hutan di atas mengacu pada fungsi hutan dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial. “Ketiga fungsi ini menjadi pegangan atau acuan bagi KLHK dalam mengelola Kawasan Hutan. Karena hutan bukan privat resources dan menjadi perhatian bersama untuk menjaga hutan. Hutan juga sebagai penyedia ruang bagi sektor lain,” ujar Sigit Nugroho, Kasubdit Perubahan Peruntukan Fungsi Kawasan Hutan KLHK, pada acara Dialog Sawit Akhir Tahun yang diadakan Majalah SAWIT INDONESIA, di Jakarta.

Fungsi kawasan hutan salah satunya aspek ekonomi. Pada aspek ekonomi, pemerintah dalam hal ini KLHK juga mempunyai tanggung jawab dengan mengalokasikan ruang yang dimanfaatkan menjadi perkebunan sawit.

Sigit menegaskan ada skema untuk pelepasan kawasan hutan dengan proses dan persyaratan yang harus diikuti bersama. “Kemudian ada cara lain yaitu bisa juga memanfaatkan fungsi hutan produksi terbatas dan tetap. Tetapi dengan cara tukar menukar fungsi kawasan hutan,” tegasnya.

Saat ini, KLHK mengupayakan peningkatan tata kelola Kawasan hutan melalui mekanisme pelepasan kawasan hutan dan tukar menukar kawasan hutan yang wajib ditaati. Mekanisme perubahan peruntukan kawasan hutan untuk pembangunan di luar sektor kehutanan tertera pada pasal 19 UU No 41/1999 dan PP 104/2015. Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi (HPK) diatur PermenLHK No P.51/2016. Dan, untuk Tukar Menukar Kawasan Hutan atau TMKH (pada kawasan HPT atau HP diatur oleh Permenhut No P.32/2010 Jo P.27/2014.

Berikut beberapa prinsip yang harus dipahami dalam pelepasan kawasan hutan di antaranya (1) hanya dapat dilakukan pada hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK). (2) Kawasan hutan kurang dari 30% HPK tidak dapat dilepas kecuali dengan cara TMKH. (3) dilakukan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang ditetapkan oleh Menteri LHK. Dan, (4) HPK harus memenuhi kriteria ; Fungsi HPK sesuai ketentuan perundang-undangan, tidak dibebani perizinan, dalam kondisi tidak produktif, tidak berada dalam lokasi Peta Indikasi Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB).

Sumber: Sawitindonesia.com