Pemerintah diminta bersikap tegas kepada Greenpeace, NGO internasional Lingkungan Hidup, yang beroperasi di Indonesia. Pasalnya, kebijakan supermarket Iceland tidak lepas dari kampanye dan tekanan Greenpeace bahwa minyak sawit yang digunakan masyarakat Eropa berasal dari perusakan hutan dan ekosistem lingkungan.

“Sudah saatnya Indonesia tegas. Semua LSM yang hanya buat susah sebaiknya dievaluasi pemerintah Indonesia. Seperti yang dilakukan India,” kata Dr. Tungkot Sipayung, Direktur Eksekutif PASPI, Selasa, 24 April 2018.

Greenpeace adalah NGO lingkungan hidup dengan jejaring global di lebih dari 40 negara dengan kantor pusat di Amsterdam, Belanda. Korelasi kampanye Greenpeace Inggris dengan kebijakan Iceland dapat terlihat dari statement petinggi Iceland bahwa kebijakan perusahaan untuk menjawab tantangan dan kampanye aktivis Greenpeace.

Setelah pengumuman resmi Iceland yang akan melarang penjualan130 produk berbahan sawit mulai 2019. Greenpeace Inggris memberikan dukungan penuh. John Sauven, Executive Director Greenpeace UK, dalam keterangan tertulis menyebutkan, “Iceland has concluded that removing palm oil is the only way it can offer its customers a guarantee that its products do not contain palm oil from forest destruction. This decision is a direct response to the palm oil industry’s failure to clean up its act.”

Dukungan serupa muncul dari jejaring Greenpeace Indonesia. Kiki Taufik, Kepala Kampanye Hutan Global Greenpeace Indonesia, menuturkan “semua produk berbahan minyak kelapa sawit berkontribusi terhadap kerusakan hutan Indonesia, karena sampai sekarang belum ada produsen-produsen minyak sawit yang dapat membuktikan mereka bebas dari deforestasi.”

Menyikapi persoalan kampanye negatif sawit di Eropa. Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadel Muhammad meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan aliran dana Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang terbukti menjelek-jelekan Indonesia di luar negeri. Khususnya LSM yang mendapatkan aliran dana dari Uni Eropa.

Menurut Fadel, para LSM itu harus ditindak tegas atas sikapnya menjelek-jelekan industri minyak kelapa sawit Indonesia di Eropa. Apalagi sejumlah LSM asal Indonesia itu menyebutkan perkebunan kelapa sawit di dalam negeri merusak lingkungan.

Saya menemukan tiga hal perihal sikap LSM ini. Pertama, ternyata yang mempublikasi informasi-informasi yang tidak baik soal Indonesia di luar negeri, adalah LSM yang telah dibayar ini. Mereka dibayar untuk kepentingan bisnis dan politik di Eropa. Mereka telah menggadaikan nama baik Indonesia di luar negeri dengan mencederai nasib rakyat yang bekerja di industri kelapa sawit Indonesia,” papar Fadel seperti dilansir dari laman dpr.

Tungkot Sipayung mengatakan pemerintah punya kedaulatan penuh untuk memperbolehkan atau melarang organisasi luar beroperasi di Indonesia jika itu merugikan kepentingan Indonesia.

Karena banyak LSM lokal tidak punya legalitas badan. Bagi (LSM) punya legalitas pemerintah melalui perpu pembubaran/UU ormas bisa dibekukan. Apapun itu pemerintah harus lebih tegas atas LSM yang buat pemerintah repot,”pungkasnya.

Pada akhir Maret 2018, Keberadaan Greenpeace, NGO lingkungan hidup, mendapatkan penolakan dari Masyarakat Adat Airu Hulu, Kabupaten Jayapura, Papua. Pasalnya, Greenpeace kerap melakukan intervensi terhadap pengelolaan hutan di Papua.

“Kami menolak Greenpeace dalam pengelolaan hutan masyarakat adat,” tegas Kepala Suku Wau, Mathius Wau.

 

Sumber: Sawitindonesia.com