JAKARTA – Pemerintah tengah menyusun draf peraturan menteri pertanian (permentan) yang salah satu klausulnya mengatur tentang biaya sertifikasi sawit lestari Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ ISPO). Sertifikasi ISPO ke depan akan dibiayai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit(BPDP KS). Permentan tersebut juga akan menjadi aturan turunan dari Perpres No 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit.

Direktur Pemasaran Hasil Perkebunan Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Dedi Junaedi mengatakan, permentan yang tengah disusun Kementan itu salah satunya akan mengatur mengenai biaya sertifikasi ISPO. “Draf sudah ada, sedang diselesaikan. Nantinya, mengatur banyak hal, mulai dari pembangunan sawit rakyat (PSR)/peremajaan kelapa sawit.pekebun (PKSP), penguatan kelembagaan sumber daya manusia (SDM) pekebun, pelatihan, sarana prasarana, dan sertifikasi ISPO, nanti akan dibiayai (oleh BPDP KS),” kata Dedi saat dihubungi dari Jakarta, kemarin.

BPDP KS merupakan badan yang ditugaskan pemerintah mengelola dana pungutan atas ekspor minyak sawit dan produk turunannya. Pasal 11 dari Perpres No 66 Tahun 2018 menetapkan, dana yang dihimpun digunakan untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit, yakni pengembangan SDM perkebunan, penelitian dan pengembangan, promosi, peremajaan, serta sarana dan prasarana. Penggunaan dana yang dihimpun untuk kepentingan tersebut, termasuk dalam rangka pemenuhan hasil perkebunan kelapa sawit untuk kebutuhan pangan, hilirisasi industri, serta penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel. BPDP KS menetapkan prioritas penggunaan dana berdasarkan kebijakan yang ditetapkan komite pengarah dan memperhatikan program pemerintah.

Dedi menuturkan, permentan baru tersebut diharapkan bisa segera terbit. “Semoga sesegera mungkin, kan peraturan Menteri ESDM dari Perpres No 66 Tahun 2018 juga sudah ada. Harapannya, permentan-nya juga segera ada. Intinya, permentan tersebut akan menindaklanjuti amanat dari Perpres No 66 Tahun 2018,” kata Dedi.

Lebih jauh Dedi menjelaskan, khusus untuk peremajaan perkebunan kelapa sawit, petani kelapa sawit mendapatkan alokasi sekitar Rp 25 juta per hektare (ha). Alokasi dana untuk peremajaan sawit tahun ini yang sebesar 185 ribu ha sudah ada, sekitar 25% atau Rp 4,70 triliun. “Uangnya sudah ada. (Realisasi pelaksanaannya) memang masih menunggu, kita terus rapatkan. Nanti, pembiayaannya (akan diatur dalam permentan baru tersebut), ini untuk yang di luar dana Rp 25 juta itu.” kata Dedi.

Data Pekebun sawit

Sementara itu, Kementan menggandeng berbagai pihak melakukan pengumpulan dan integrasi data pekebun sawit. Hal itu dilakukan sebagai langkah awal untuk mendukung proses registrasi Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan untuk Budidaya (STD-B) dan percepatan PSR/PKSP. Pengumpulan data itu merupakan bagian dari program inisiatif sawit berkelanjutan (sustainable palm oilinitiative/SPOI). kerja sama Ditjen Perkebunan Kementan dengan UNDP yang kemudian membentuk Task Force Database Pekebun, beranggotakan SPOI UNPD, Yayasan Inovasi Bumi (INOBU), Serikat Petani Kelapasawit( SPKS), dan Yayasan Institut Sumber Daya Dunia (WRI).

Task Force tersebut mengembangkan Sistem Database Pekebun untuk dikonsolidasikan sebagai upaya perbaikan tata kelola perkebunan pekebun (petani). Untuk jangka panjang, upaya tersebut diharapkan secara bertahap dapat mendata sekitar 1,20 juta pekebun di Tanah Air dan mendapatkan STDB. Dengan demikian, pekebun siap mengikuti berbagai program pemberdayaan, termasuk peremajaan dan sertifikasi ISPO.

STDB berlaku untuk pekebun dengan luas lahan kurang dari 25 ha, sedangkan lebih dari itu harus mengurus izin hak guna usaha (HGU). Sedangkan program PSR/PKSP yang dibiayai BPDP KS itu untuk petani/ pekebun dengan lahan maksimal 2 ha atau 4 ha per KK “Dari data yang terkumpul tahap I total ada 14.534 pekebun. Kajian kita, data pekebun inisiasi lembaga swadaya masyarakat (LSM) ada sekitar 30 ribu pekebun seluruh Indonesia. Jadi, masih ada lebih dari 15 ribu pekebun yang masih belum diserahkan LSM,” kata Dedi.

Secara terpisah, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar Ditjenbun Kementan Irmijati Rachmi Nurbahar mengatakan, hingga saat ini, data rekomendasi teknis untuk program PSR tahun 2017-2018 tercatat mencapai 14.791 ha “Saat ini, sedang dalam proses pengusulan secara berjenjang dari kabupaten ke provinsi lanjut ke Ditjen Perkebunan Kementan,” kata Irmijati melalui pesan singkatnya.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia