Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai menggenjot penggunaan bahan bakar minyak (BBM) hijau ramah lingkungan (green fuel) dari minyak sawit (crude paint oil/CPO) pada tahun ini. Hal ini sebagai tindak lanjut dari fokus Pemerintah dalam menahan laju tingginya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). 

Pemerintah selama ini telah menerapkan mandatori pencampuran biodiesel 20% (B20). Pada tahun lalu, produksi biodiesel sudah mencapai 6 juta kiloliter (KL) atau 108.576 barel per hari (bph), melampaui target 5,7 juta KL. Pemerintah sendiri menargetkan penggunaan CPO bisa mencapai 13 juta KL atau 235.247 bph pada 2025. 

Tren positif ini dinilai oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan sebagai peluang investasi jangka panjang bagi PT Pertamina (Persero) lewat pengembangan kilang hijau (green refinery) dengan skema bisnis. Utamanya, kilang tersebut dapat menghasilkan green diesel atau biosolar yang dihasilkan dari pengolahan CPO. 

“Kalau mobil bermesin bensin, kalau mau digabung etanol kan ketersediaannya sangat minim. Kalau untuk kendaraan bermesin diesel kan populasinya 2/3 sehingga kami mendorong Pertamina untuk bekerja sama membuat green diesel,” kata Jonan dia dalam keterangan resminya, Jumat (1/2). 

Pertamina telah menandatangani dua kesepakatan terkait pengembangan green refinery dengan perusahaan energi Italia, Eni. Salah satunya yakni pokok-pokok kesepakatan pembentukan perusahaan patungan (Head of Joint Venture Agreement). 

Sementara kesepakatan lainnya yakni prasyarat (term sheet) pengolahan CPO di Italia. 

Dua kesepakatan itu diteken pada Rabu (30/1) lalu di Roma, Italia. Kesepakatan ini merupakan lanjutan dari nota kesepahaman kerja sama yang telah ditandatangani Pertamina dengan Eni pada September 2018 serta penandatangan kesepakatan lanjutan pada Desember 2018. Pada saat yang sama, kedua perusahaan juga meneken nota kesepahaman terkait circular economy, low carbon products, dan renewable energy. 

Di samping untuk menekan impor minyak, imbuh Jonan, keberadaan kilang green fuel akan mendorong konsumsi CPO di dalam negeri sekitar 200 ribu bph. Dengan begitu, produsensawitakan mendapatkan kepastian serapan CPO di dalam negeri tanpa harus menggantungkan diri pada ekspor. 

“ProduksisawitIndonesia sebanyak 46 juta ton, sedangkan minyak diesel kebutuhannya 120 ribu ton per hari [800 ribu bph] kalau dikalkulasi dalam setahun jumlahnya sekitar 36 juta ton. Dengan begini kan bisa meningkatkan hargasawitdi tingkat yang wajar,” tambahnya. 

Untuk memastikan stabilitas harga CPO, pemerintah masih merumuskan formula harga CPO seperti harga minyak Indonesia (Indonesian crude price/lCP) dalam ekuivalen ukuran yang sama. 

Selama ini, pemerintah memberikan subsidi biodiesel agar masuk skala keekonomian. Subsidi untuk biodiesel diambil dari pungutan ekspor CPO yang dikumpulkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDPKS). 

Sumber: Investor Daily Indonesia