JAKARTA- Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan terus berupaya menjaga keberlangsungan ekspor produk sawit dan turunannya ke pasar Eropa. Kemendag bakal mengantisipasi langkah balasan Uni Eropa untuk mencegah kembali masuknya produk sawit Indonesia.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan, Indonesia tak boleh jemawa dengan kemenangan gugatan di Mahkamah Uni Eropa. “Indonesia masih harus tetap bersiap atas langkah-langkah yang mungkin diambil Uni Eropa untuk mencegah kembali masuknyasawitke pasar Eropa,” kata Enggartiasto dalam keterangan yang diterima Republika, akhir pekan lalu.

Tindakan lanjutan dari Uni Eropa memang sangat mungkin terjadi. Bahkan, saat ini tekanan terkait sawit dan produk turunannya masih dirasakan. Salah satunya adalah diperkarakannya salah seorang staf ITPC di Lyon, Prancis, karena memasang banner yang menjelaskan nilai unggul CPO dari sisi kesehatan.

Seperti diketahui, Indonesia sebelumnya berhasil memenangkan gugatan tingkat banding di Mahkamah Uni Eropa terkait tuduhan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk produk biodiesel. Lewat keputusan ini, Uni Eropa menghapus pengenaan BMAD sebesar 8,8-23,3 persen atas produk biodiesel dari Indonesia.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa sempat mencapai 1,4 miliar dolar AS pada 2011 sebelum dikenakan BMAD pada 2013. Pada periode 2013-2016 ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa turun sebesar 42,84 persen, dari 649 juta dolar AS pada 2013 menjadi 150 juta dolar AS pada2016. Nilai ekspor biodiesel Indonesia ke UE paling rendah terjadi pada tahun 2015, yaitu sebesar 68 juta dolar AS.

Sementara itu, Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (GAPKI) mengharapkan adanya kelancaran ekspor biodiesel ke pasar Eropa, setelah Uni Eropa menghapus pengenaan bea masuk antidumping atas produk biodiesel asal Indonesia.

“Prospeknya terlihat, kita bisa memulai ekspor kembali ke Eropa,” kata Sekretaris Jenderal Gapki Togar Sitanggang di Jakarta, Sabtu (7/4). Togar mengakui keputusan itu memudahkan pelaku usaha untuk bisa melakukan ekspor biodiesel tanpa adanya pengenaan tarif impor antidumping terhadap produk Indonesia.

Meski demikian, ia menyadari persoalan belum sepenuhnya selesai karena tekanan terhadap sawit Indonesia dan produk turunannya masih dirasakan di Eropa. Menurut Togar, hal ini menimbulkan kekhawatiran baru karena berarti potensi Uni Eropa meniru langkah AS untuk menghambat masuknya biodiesel asal Indonesia sangat besar.

Sejak 2017, AS menggunakan tuduhan subsidi untuk mengenakan bea masuk antidumping atas produk biodesel dari Indonesia. Dengan adanya tuduhan itu, harga biodiesel Indonesia dianggap lebih murah untuk pasar ekspor dibandingkan harga untuk dalam negeri.

 

Sumber: Republika