Pemerintah kembali meluncurkan program peremajaan sawit rakyat (PSR) akhir bulan ini dengan luasan 36 ribu hektare (ha). PSR merupakan bagian dari kebijakan pemerintah yang secara langsung ditujukan membantu meningkatkan kesejahteraan pekebun sawit. Melalui program PSR, produktivitas tanaman sawit akan meningkat, pemerintah memberikan pendampingan sehingga petani yang mengajukan pinjaman atau kredit (debitur) tidak lagi harus bankable (memenuhi standar bank).

Menko Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, pemerintah menargetkan dapat mempercepat program PSR dari saat ini baru 14 ribu ha menjadi 50 ribu ha. “Karena itu, pada akhir bulan ini, akan ada peluncuran PSR seluas 36 ribu ha. Semoga kita dapat semakin memperkecil gap antara target dan realisasi yang mana target realisasi PSR tahun ini adapah 185 ribu ha,” kata Darmin saat 14th Indonesian palm oil Conference (IPOC) and 2019 Price Outlook, Indonesia palm oil Development Contribution to SDGs di Bali International Comvention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, Kamis (1/11).

Terkait PSR, Menko Perekonomian Darmin Nasution juga mengatakan, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa sawit (BPDP KS) diharapkan dapat mengesampingkan mentalitas mempersyaratkan ketentuan untuk menekan risiko. Petani yang memenuhi syarat untuk memperoleh dana pendampingan peremajaan hanya yang bisa memenuhi persyaratan bank untuk pengajuan kredit usaha rakyat KUR. Sesuai perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi), BPDP KS harus menyederhanakan ketentuan untuk dana peremajaan. “Saya telah menginstruksikan BPDP KS agar tidak lagi mengkaitkan dana peremajaan dengan KUR dari bank,” ujar dia. Di sisi lain, lanjut Darmin, semua pihak, terutama perusahaan skala besar diharapkan berkontribusi untuk menopang peningkatan kapasitas perkebunan rakyat.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kemenko Perekonomian Musdalifah Mahmud menambahkan, dari total target peremajaan tahun 2018 seluas 185 ribu ha, BPDP KS telah menyalurkan dana sebesar Rp 369 miliar ke bank. “Itu dana yang disalurkan ke bank untuk PSR, tapi realisasi pencairannya baru 21%. Karena memang tidak langsung diserahkan Rp 25 juta sekaligus. Misalnya, untuk land clearing butuh berapa, dananya disalurkan. Kemudian biaya untuk bibit, baru dicairkan. Jadi, dikeluarkan bertahap, tergantung proses,” kata Musdalifah.

Terkait realisasi PSR yang jauh di bawah target, kata Musdalifah, hal itu tidak murni akibat mekanisme yang ketat dan kaku. Hal itu juga disebabkan oleh proses adaptasi oleh petani. “Akan kita percepat prosesnya, mulai dari aspek rekomendasi teknis Kementerian Pertanian maupun di BPDP KS. Semua, secara keseluruhan kita sinergikan. Tapi sebenarnya, namanya program ini masih baru, bagi petani ini juga hal baru. Jadi, pertimbangan yang sebenarnya sederhana, nggak rumit, tapi karena hal baru,” kata Musdalifah.

Di sisi lain, Darmin mengatakan, produksi sawit Indonesia tahun ini relatif lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Pasalnya, kebun sawit nasional berada pada umur produksi optimal. Peningkatan produksi itu mendongkrak stok minyak sawit nasional hingga mencapai 4,80 juta ton per Juni 2018. “Jika kita lihat pada masa panen puncak yang biasanya terjadi pada Agustus-November, diperkirakan stok CPO akan terus bertambah hingga akhir tahun. Produksi yang melonjak tahun ini diperkirakan terus menekan harga CPO dan tandan buah segar (TBS) di tingkat petani,” kata Darmin.

 

Sumber: Investor Daily Indonesia