Jakarta – Ombudsman RI merespons soal utang rafaksi minyak goreng senilai Rp 344 miliar yang tak kunjung dibayar pemerintah ke pelaku usaha. Ombudsman menyatakan telah melayangkan surat kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Isy Karim.

Surat tersebut berkaitan dengan tindak lanjut hasil monitoring investigasi oleh Ombudsman RI ihwal penyediaan dan stabilisasi harga minyak goreng. “Ombudsman menemukan telah terjadi penundaan berlarut dalam pembiayaan penyaluran minyak goreng kemasan,” ujar Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika melalui keterangan resmi pada Selasa, 28 November 2023.

Adapun utang itu berasal dari selisih harga keekonomian minyak goreng dengan harga jual saat negara meminta peretail menjual minyak goreng Rp 14 ribu per liter pada awal tahun lalu. Saat itu, ada sekitar 42 ribu gerai yang menerapkan harga tersebut meskipun pemasok membanderol di atas Rp 14 ribu.

Ombudsman RI sebagai pengawas pelayanan publik, ujar Yeka, memiliki kewenangan dalam upaya perbaikan layanan publik atas dampak kebijakan tertentu. Khususnya, soal penyediaan dan stabilisasi harga minyak goreng.

Ia menuturkan, pengawasan ini merupakan pelaksanaan ketentuan Pasal 7 huruf d dan e Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia. Dalam beleid itu dijelaskan bahwa Ombudsman RI bertugas melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Ombudsman juga bertugas melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau lembaga pemerintahan lainnya serta lembaga kemasyarakatan dan perseorangan.

Yeka pun menyarankan agar Menteri Perdagangan melalui Dirjen Perdagangan Dalam Negeri segera menyampaikan hasil verifikasi kepada Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Ia mengimbau langkah tersebut dilakukan paling lambat akhir November 2023, sehingga proses pembayaran dapat segera dilakukan.

Ia mengungkapkan proses verifikasi dan penyampaian hasil akhir verifikasi oleh surveyor dalam hal ini Sucofindo telah dilakukan pada 5 Oktober 2022. Karena itu, Yeka menilai semestinya pembayaran utang rafaksi bisa segera dibayarkan kepada pelaku usaha.

Terlebih, ia berujar BPDPKS hanya dapat melakukan pembayaran kepada pelaku usaha setelah memperoleh hasil verifikasi dari Kementerian Perdagangan. Hal itu sesuai ketentuan Pasal 11 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan Untuk Kebutuhan Masyarakat Dalam Kerangka Pembiayaan Oleh BPDPKS.

Berdasarkan beleid itu, pembayaran dana pembiayaan minyak goreng kemasan oleh BPDPKS dilakukan paling lambat 17 hari kerja setelah kelengkapan dokumen pembayaran berdasarkan hasil verifikasi disampaikan kepada BPDPKS.

Dia berujar koordinasi yang dilakukan Kementerian Perdagangan kepada Kementerian Koordinator Perekonomian adalah alternatif proses dalam rangka prinsip kehati-hatian. Namun, Yeka menilai alternatif tersebut jangan sampai mengganggu prosedur yang sudah ditetapkan dalam regulasi. Sebab, hal itu mengakibatkan proses pembayaran menjadi tertunda lebih dari satu tahun.

Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Dirjen Perdagangan Dalam Negeri saat ini, menurut Yeka, sudah masuk dalam kategori penundaan berlarut. Oleh karena itu, Ombudsman mendorong agar segera dilakukan proses penyelesaian tahapan pembiayaan penyaluran minyak goreng kemasan sampai tahap pembayaran kepada pelaku usaha.

“Asas kehati-hatian yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan harus diimbangi dengan asas transparansi dan akuntabilitas”, ujarnya.

https://bisnis.tempo.co/read/1802683/pemerintah-tak-kunjung-bayar-utang-rafaksi-minyak-goreng-rp-344-miliar-ombudsman-surati-airlangga-hartarto#google_vignette

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *