Tim peneliti Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada (UGM) mengadakan penelitian dan pengembangan ekonomi dan pembangunan kajian sistem integrasi sapi kelapa sawit (SISKA) di kabupaten Katingan. Kegiatan ini menggandeng Pemerintah Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, yang dilakukan semenjak Juli sampai November 2019
“Pada Kabupaten Katingan terdapat 31 perusahaan perkebunan sawit dengan total luasan lahan yang dikelola lebih dari 265 ribu ha. Luasan lahan tersebut berpotensi menjadi daerah pengembangan sapi dengan model sistem integrasi sawit dengan peternakan sapi,” tutur Dr. Ir. Bambang Suwignyo, S.Pt, MP, IPM, ASEAN Eng Ketua Tim Peneliti, seperti dilansir dari laman ugm.ac.id.
Tujuan penelitian ini mendapatkan gambaran yang lebih konkret terhadap potensi pengembangan peternakan sapi melalui SISKA. Kajian dilaksanakan selama 5 bulan terhitung sejak Juli sampai dengan November 2019. Dari kajian tersebut, teridentifikasi lima perusahaan sawit yang memiliki kecenderungan minat untuk ikut serta dalam program SISKA.
Kabupaten Katingan sendiri mempunyai populasi ternak sapi yang terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Dari jumlah 8.358 ekor menjadi 8.854 ekor di tahun 2017 dan 9.047 ekor di tahun 2018, demikian juga produksi daging meningkat dari 1.508.200 ton menjadi 2.613.200 ton atau naik 4,01 persen/tahun dan produksi susu meningkat dari 433.400 ton menjadi 550.000 ton atau naik 2,69 persen/tahun. Bersamaan dengan itu, konsumsi protein hewani asal ternak juga meningkat dari 4,19 g menjadi 5,46 g/ kapita/hari.
“Berdasarkan peningkatan kinerja pada bidang peternakan tersebut maka Kabupaten Katingan bermaksud untuk melakukan akselerasi dengan program integrasi sawit sapi,” terangnya.
Kelima perusahaan sawit tersebut memiliki potensi pemanfaatan hijauan yang tumbuh di bawah pohon sawit berupa Asystasia gangetica atau bayaman, rumput lapangan, dan semak dengan jumlah total 496.157,3 ton. “Jumlah tersebut dapat memenuhi kebutuhan ternak sejumlah 33,983.38 UT,” ucap Bambang.
Dari aspek vegetasi, tim ini menghitung bahwa daya tampung perkebunan sawit pada lima perusahaan yang memiliki total luasan 42.470 ha tersebut adalah sejumlah 33.984 unit ternak (UT) atau setara 1 UT/ha.
Sementara itu, daya tampung ternak dari by product perusahaan sawit yaitu pelepah dan daun, solid dan BIS, maka dapat menampung 286.122 UT setara 6 UT/ha. Jika kedua potensi tersebut digabungkan, daya tampung lahan menjadi setara dengan 7 UT/ha.
“Berdasar potensi tersebut maka direkomendasikan untuk menggunakan sistem penggembalaan untuk usaha peternakan,” imbuhnya.
Tantangan integrasi sapi sawit ini adalah minimnya keterampilan dan pengalaman beternak dari masyarakat di wilayah Katingan, menurutnya, pola budi daya sapi potong yang diintroduksikan ke rumah tangga petani sekaligus diiringi dengan pemanfaatan teknologi khususnya teknologi pakan.
Mayoritas rumah tangga petani juga belum memanfaatkan lahannya untuk kegiatan peternakan. Oleh karena itu, diperlukan adanya intervensi baru berupa budidaya peternakan sapi potong yang sesuai dengan kondisi lahan. Intervensi ini penting dilakukan karena curahan kerja para petani masih tergolong rendah sehingga masih memiliki alokasi waktu untuk dimanfaatkan dalam budidaya peternakan.
“Untuk pilot project budidaya sapi potong, Desa Manduing Lama dan Desa Manduing Taheta menjadi salah satu alternatif wilayah karena sudah terdapat infrastruktur kelembagaan yaitu kelompok peternak sapi potong. Selain itu, lokasi desa juga cukup dekat dengan perkebunan PT Intaran yang diharapkan dapat menjadi mitra dalam proses budidaya integrasi sapi dan sawit,” pungkas Bambang.
Penerapan SISKA sendiri, terangnya, direncanakan untuk dilaksanakan secara bertahap, dimulai dari regulasi payung pengembangan SISKA, sosialisasi bagi perusahaan sawit, edukasi bagi kelompok ternak, pengembangan pternakan SISKA dengan sistem, serta pembinaan intentif peternakan SISKA .
Sumber: Sawitindonesia.com