JAKARTA – Diakui atau tidak, jika berkaitan dengan perijinan sektor berbasis sumberdaya lahan maka akan muncul sektor kelapa sawit yang bakal disebut. Namun demikian, tutur Irianto, sawit adalah komoditas unggulan Indonesia saat ini dan perlu diberikan perlindungan secara hukum.
Jika sawit dikelola dengan baik, maka komoditas kelapa sawit ini adalah komoditas yang kerap mendatangkan keuntungan kecil atau besar, lantaran semua bagian pohon sawit memiliki manfaat, tanamannya juga bisa berproduksi 25-35 tahun dimana masa produksi tinggi pada umur 7 sampai 15 tahun.
Kata Irianto, sawit telah menyerap tenaga kerja tinggi di seluruh wilayah Indonesia dan produksi sawit termasuk dalam produksi yang nyaris tanpa limbah. “Sawit juga bisa menjadi penyeimbang alam, tanpa pengelolaan secara good agricultural practices maka produksinya akan rendah,” kata Gubernur Kalmantan Utara, Irianto Lambrie kepaa InfoSAWIT, belum lama ini di Jakarta.
Diakui Irianto, pengembangan sawit untuk saat ini semestinya menganut pada pengelolaan budidaya berkelanjutan. Sebab itu pengelolaan kelapa sawit nasional kedepan harus terus dilakukan perbaikan, terlebih negara tetangga telah mampu membangun perkebunan kelapa sawit dengan baik, bahkan hingga mencapai jutaan hetar, namun anehnya tidak ada yang ribut, kenapa?
Kata Irianto, ini terjadi lantaran semua pihak di Malaysia mendukung pengembangan perkebunan kelapa sawit. “Jadi di internal haru solid, jangan mudah di adu domba, tetapi justru harus bersatu membangun komoditas ini,” katanya.
Sementara kata Wakil Gubernur Papua Barat, Muhammad Lakotani, pihaknya memang masih menjadikan komoditas sawit sebagai komoditas yang bisa dikembangkna di wilayah Papua Barat, hanya saja pengembangan sawit yang diperbolehkan sepanjang memenuhi aspek legal. “Bagaimana mengawasi dan mengendalikan teman-teman pengusaha itu, bisa dilakukan dengan perijinan,” tutur Muhammad
Diakui Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Nur Masripatin, pengembangan sawit sebelumnya dihadapkan pada dilema, namun untuk saat ini tidak lagi alasan untuk menolak, sebab mengaca pada komoditas lainya bisa diterapkan pada pengembangan komoditas kelapa sawit dengan mengadopsi standar berkelanjutan.
Apalagi komoditas sawit memiliki tingkat produktivitas tinggi dibandingkan komoditas minyak nabati lainnya, sehingga tidak membutuhkan lahan yang cukup luas dalam memproduksi minyak nabati. “Memang produktivitas minyak nabati disana tidak bisa bersaing dengan sawit kita, bahkan butuh areal yang sangat luas dan berkali-kali lipat luasnya,” katanya.
Untuk memperoleh komoditas sawit yang sesuai kaidah lingkungan, kata Nur Masripatin pihaknya sudah mulai untuk melakukan pendekatan-pendekatan seperti komoditas kayu sehingga bisa diterima pasar dunia. “Kendati diakui sawit dan kayu tetap bukan komoditas yang serupa,” tandas Nur. (T2)
Sumber: Infosawit.com