Aliran modal ke Provinsi Sumatra Utara diarahkan untuk merealisasikan program penghiliran kelapa sawit, sehingga bisa meningkatkan nilai tambah produk dan penyerapan lebih banyak tenaga kerja lokal.

“Kami mendorong agar pengolahan minyak sawit meningkat. Pasalnya, saat ini produk kelapa sawit belum diolah sampai ke turunan terkecil,” ungkap Mimi Rangkuti, Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) Sumatra Utara, belum lama ini.

Menurutnya, penghiliran sawit ini bertujuan agar industri turunan, seperti penggunaan fatty acid methylester (Fame) dan gliserin untuk bahan bakar dan industri kimia bisa meningkat. Dia menilai bahwa belum banyak produsen kelapa sawit yang mengolah hingga ke produk turunan.

“Oleh karena itu, kami mendorong agar investasi di tingkat pengolahan meningkat sehingga bisa memberikan nilai tambah produk dan tenaga kerja,” ujar Mimi.

Dia menjelaskan, terdapat beberapa cara penghiliran sawit yang bisa dikembangkan.

Pertama, penghiliran oleo pangan, yakni pengolahan dengan hasil akhir produk pangan seperti minyak goreng dan mentega.

Kedua, penghiliran oleo kimia yang menghasilkan oleokimia dasar seperti biosurfaktan untuk bahan deterjen, sabun, dan shampo. Lalu, produk berupa pelumas dan bioplastik. Ketiga, yakni biofuel atau pengolahan crude palm oil (CPO) sebagai bahan campuran atau bahan bakar kendaraan serta sumber tenaga listrik.

“Bisa untuk margarin, gliserin untuk shampo, biodiesel, itu baru dari perusahaan besar aja. [Dari perusahaan lain], sekarang kan baru CPO saja,” ujarnya.

Berdasarkan data Dinas PM-PTSP, realisasi penanaman modal sepanjang Januari hingga September 2018 menyentuh Rp17,8 triliun, sebesar Rp6,8 triliun berasal dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan Rp11.O berasal dari penanaman modal asing (PMA).

Dari sisi sektornya, modal asing mengalir ke sektor ketenagalistrikan, air dan gas sebesar Rp3,75 triliun, pertambangan Rp3,04 triliun, dan perkebunan senilai Rp2,59 triliun.

Adapun, modal lokal lebih banyak ke sektor jasa yakni sebesar Rp2,07 triliun, industri makanan Rpl,78 triliun, serta ketenagalistrikan, air dan gas sebesar Rp568 miliar.

Berdasarkan daerah, Dinas PM-PTSP memerincikan bahwa untuk PMA, Kabupaten Tapanuli Selatan mengumpulkan investasi tertinggi dengan realisasi sebesar Rp2,22 triliun. Kabupaten Deli Serdang Rp2,07 triliun, dan Kabupaten Mandailing Natal sebesar Rp2,03 triliun.

Adapun, untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN), Kabupaten Batubara merealisasikan investasi sebesar Rp2,44 triliun pada Januari hingga September 2018. Kemudian, diikuti Kabupaten Deli Serdang sebesaar Rpl ,49 triliun, dan Kota Medan Rpl,28 triliun.

KEPASTIAN USAHA

Dihubungi terpisah, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) Sumatra Utara Timbas Prasad Ginting menjelaskan bahwa kemampuan pengolahan sawit di dalam negeri masih minim. Sebagai contoh, dia menyebut kemampuan pengolahan baru menyentuh 50 jenis produk ketika Malaysia sudah bisa menghasilkan hingga 125 produk.

Menurutnya, diperlukan kepastian usaha dari sisi regulasi yang menjamin seluruh varian hasil olahan CPO bakal terserap.

“Regulasi tersebut, katanya, menjadi modal agar bisnis pengolahan berjalan lancer,” tegasnya. Untuk produk Fame, katanya, meskipun cukup banyak produsen yang ditunjuk untuk memasok Fame sebagai campuran biodiesel, tetapi penggunaan di tingkat akhir masih minim sehingga penyerapan bahan bakar nabati tak secepat bahan bakar minyak.

“Banyak departemen yang ikut campur sehingga investor kurang tertarik. [Bisnis pengolahan] yang sudah ada pun bisa enggak lancar,” katanya.

Menurutnya, penghiliran bisa membantu produsen untuk menggarap peluang pasar di dalam negeri di tengah persaingan di pasar global. Hanya saja, diperlukan ongkos tambahan untuk membangun fasilitas pengolahan.

“Bisa buat bioavtur, biobensin, tidak perlu ekspor CPO pun bisa diserap dalam negeri,” katanya.

Dari sisi ketenagalistrikan, pembangkit listrik tenaga biogas (PLTBg) yang menggunakan palm oil mill effluent (Pome) atau limbah cair kelapa sawit pembangkit listrik tenaga biomassa (PLTBm) yang berasal dari limbah seperti cangkang kelapa sawit dan kayu, sekam padi, tongkol jagung, ampas tebu, dan serbuk kayu baru menyumbang 0,1% atau sebesar 11,9 megawatt (MW) dari total kapasitas terpasang yaitu 2.011 MW.

Rudi Artono, Manager Komunikasi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) UIW Sumatra Utara, mengatakan bahwa tenaga listrik terbesar berasal dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) yakni 867,2 MW atau 43,1 % dan PLTA jenis pump storage sebesar 500 MW atau 24,9% dari porsi total. Adapun, dari sisi beban puncak tercatat sebesar 1.487 MW.

“Bauran energi PLTBg/PLTBm hanva sebesar 11,9 MW atau 0,1%,” katanya. 0

Realisasi Investasi di Sumut pada 2018

Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PM-PTSP) Sumatra Utara mengarahkan aliran modal untuk penghiliran kelapa sawit sehingga bisa meningkatkan nilai tambah produk dan penyerapan tenaga kerja. Berikut realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) ke Provinsi Sumatra Utara.

 

Sumber: Bisnis Indonesia