Pengusaha akhirnya setuju dengan keputusan kewajiban memasok kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) minyak goreng atau migor sebesar 20 persen. Namun ada syaratnya, pengusaha minta keran impor minyak goreng dibuka seluas -luasnya.

Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, kewajiban DMO 20 persen kali ini berbeda dengan tahun 2007 yang sulit dilakukan. “Kali ini berbeda. Pengusaha sudah siap. Itu bisa dilakukan,” ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Ia mengatakan, kewajiban DMO 20 persen tidak masalah dilakukan oleh produsen minyak goreng berskala besar. Namun yang menjadi masalah, kata Sahat, adalah untuk produsen minyak goreng berskala kecil. “Kalau untuk produsen besar yang mempunyai produk lain selain minyak goreng itu tidak masalah. Bisa disubsidi dari produk lain. Buat produsen kecil ini yang cuma produksi minyak goreng yang sulit,” ungkapnya.

Ia mengungkapkan, produsen minyak goreng skala kecil akan kesulitan memenuhi kewajiban DMO 20 persen karena hanya bisa memproduksi 600 ton minyak goreng perhari. “Mereka hanya bisnis minyak goreng dan itu pun keuntungannya kecil. Kalau harus dijual di sini dengan harga murah pula bisa mati mereka,” tuturnya.

Oleh karena itu. Sahat meminta, pemerintah membuka keran ekspor agar produksi minyak goreng di dalam negeri bisa terserap. “Kami minta keran ekspor dibuka agar produksi dari usaha minyak goreng skala kecil ini juga bisa bersaing,” ujarnya.

Sahat juga meminta agar pungutan biaya ekspor dipangkas. “Pungutan ekspor bagi Refined. Bleached and Deodorised Oil (RBDO) terlalu besar. Kami minta dari 30 dolar AS menjadi 5 dolar AS.” ungkapnya.

Ia mengatakan, pungutan ekspor minyak goreng kemasan di bawah 25 kilogram (kg) juga perlu diturunkan. “Kalau mau bersaing dengan Malaysia, harusnya pungutan yang sebelumnya 20 dolar AS menjadi0. tukasnya.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menetapkan DMO sebesar 20 persen untuk minyak goreng kemasan sederhana. Ini berarti produsen minyak goreng wajib memproduksi minyak goreng dalam kemasan sederhana sebanyak 20 persen dari total produksi mereka.

Selain menetapkan DMO. Kemendag juga mewajibkan produsen untuk memproduksi tiga jenis minyak goreng kemasan sederhana. Yakni kemasan satu liter, kemasan setengah liter dan kemasan seperempat liter. Minyak goreng kemasan satu liter harus dijual ke konsumen dengan harga maksimal Rp 11.000. Sedangkan kemasan setengah liter Rp 6.000 dan kemasan seperempat liter Rp 3-250.

 

Sumber: Rakyat Merdeka