Produktivitas kelapa sawit perlu ditingkatkan melalui program replanting atau peremajaan kelapa sawit. Target replanting sulit tercapai karena petani banyak yang menolak program tersebut.

Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Sumbar Syafrizal mengatakan total luas lahan perkebunan kelapa sawit di Sumbar mencapai 385.921 ha didominasi oleh perkebunan rakyat yang mencapai 219.661 ha.

Sedangkan perkebunan perusahaan seperti PT Perkebunan Nusantara (PTPN) di Sumbar seluas 5.147 ha dan perusahaan besar swasta nasional (PBSN) seluas 161.113 ha.

Upaya peningkatan produksi terus dilakukan salah satunya dengan melakukan peremajaam kelapa sawit milik rakyat. Hal itu dilakukan karena dominasi lahan sawit di Sumbar berada di perkebunan rakyat.

“Lahan yang terluas itu adalah perkebunan rakyat. Kita juga telah mendorong produktivitas perkebunan ini dengan cara melakukan replanting atau peremajaan,” katanya, Rabu (14/4).

Pemprov Sumbar tahun ini menargetkan peremajaan tanamankelapa sawit8.000 ha atau turun 2.600 ha jika dibandingkan dengan tahun lalu. “Memang 2020 itu target replanting tidak tercapai. Makanya di tahun ini jumlah target diturunkan. Harapan saya masyarakat bisa memanfaatkan kesempatan ini, supaya produktivitas bisa meningkat,” ujarnya.

Syafrizal menjelaskan untuk replanting tanaman kelapa sawit tahun ini, telah ditetapkan untuk enam kabupaten yakni Kabupaten Agam seluas 1.000 ha, Dharmasraya 2.000 ha, Pasaman Barat 3.000 ha, Pesisir Selatan 750 ha, Sijunjung 750 ha, dan Kabupaten Solok Selatan sebanyak 500 ha.

Keenam daerah tersebut dipilih karena memiliki produksi kelapa sawit yang besar dan banyak tanaman yang sudah memiliki usia tanam 25 tahun.

“Sesuai ketentuan, replantingkelapa sawit itu untuk tanamankelapa sawityang usianya 25 tahun. Replanting dilakukan bukan untuk mengurangi produktivitas, tetapi malahan meningkatkan produktivitas. Sebab, usia tanaman 25 tahun itu, jumlah panen tidak begitu banyak lagi,” ujarnya.

Dikatakannya kendati dari sisi pemerintah telah menyediakan kuota untuk replanting tanaman kelapa sawit, dan melihat pada tahun-tahun sebelumnya, target tidak pernah tercapai.

Hal itu diakibatkan dengan masih adanya petardkelapa sawityang enggan untuk melakukan replanting.

Dari beberapa informasi di lapangan, petani beranggapan bila melakukan peremajaan akan berhenti menikmati hasil panen karena harus menunggu kembali dari masa tanam ke masa panen.

Menurut Syafrizal, anggapan itu tidak benar karena ada komodias tanaman lain yang bisa dilakukan oleh petard saat replanting. Salah satunya dengan penanaman komoditas jagung, karena secara kondisi tanah, jagung sangat cocok di tanam di lahan manapun, termasuk di kawasan perkebunan kelapa sawit.

“Kelapa sawit itu bisa dipanen setelah ditanam itu sekitar 5 tahun. Jadi selama 5 tahun itu bisa ditanam jagung. Nah kan bisa menghasilkan uang. Artinya tidak yang perlu diragukan lagi,” ujarnya.

Bahkan bila telah menikmati hasil menanam jagung selama replanting dilakukan, dan apabila sudah memasuki masa panen, hasil panen atau tandan buah segar akan lebih berat, ketimbang memanen usiakelapa sawityang sudah berusia 25 tahun.

Selain itu juga akan menyulitkan bagi petard untuk memanennya, karena dari kondisi batangnya, usia tanamankelapa sawityang sudah 25 tahun sudah sangat tinggi.

Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy menambahkan replanting tidak terlepas dari upaya untuk memperbaiki mutu produksi perkebunan dengan menggunakan benih unggul yang merupakan salah satu persyaratan pemenuhan sertifikat ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil).

Dari luas lahan perkebunan kelapa sawitd i Sumbar yakni 385.921 ha itu mampu memproduksi minyak CPO lebih dari 1,2 juta ton dengan yang disumbangkan oleh perkebunan rakyat sebesar 567.930 ton, PTPN sebesar 36.314 ton, dan PBSN sebesar 664.932 ton.

“Data itu saya dapatkan dari Data dan Statistik Perkebunan di kondisi 2019,” ucapnya.

Menurutnya sebenarnya tidak yang perlu dikhawatirkan bila melakukan peremajaan tanaman kelapa sawitnya. Karena kebun yang tengah melakukan replanting itu, bisa integrasikan dengan jagung sebagai tanaman sela sampai sawit berproduksi.

“Untuk sawit yang baru ditanam itu, masa tunggu antara 3-4 tahun. Nah bila ditanam jagung, petani dapat menanam jagung 10-12 kali musim tanam,” sebutnya.

Audy melihat integrasi sawit dan jagung ini selain mendongkrak produksi jagung tentu juga merupakan sumber penghasilan petani menjelang kelapa sawit menghasilkan dengan produksi normal.

HARUS DIPERLUAS

Peningkatan produktivitas kelapa sawit melalui replanting juga dilakukan oleh Provinsi Sumatra Selatan.

Perkebunankelapa sawitrakyat di Sumatra Selatan mencapai 40 % dari total luas kebun 1,3 juta ha. Untuk itu, program peremajaan sawit rakyat (PSR) yang tengah berlangsung harus diperluas sehingga memberi hasil optimal ke depan.

Ketua Gabungan Pengusahakelapa sawitIndonesia (Gapki) Sumsel Alex Sugiarto mengatakan perkebunan sawit mandiri berperan penting terhadap industri minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).

“Dari luas kebun sekitar 1,3 juta ha terdapat 40 % yang merupakan kebun plasma dan swadaya yang dikelola oleh petard mandiri,” jelasnya kepada Bisnis, Rabu (14/4).

Oleh karena itu, menurut Alex, perkebunan sawit rakyat harus diperkuat, salah satunya dengan program PSR yang dampaknya berujung pada peningkatan kesejahteraan petard.

Alex mengatakan produktivitas kebun sawit rakyat di Sumsel saat ini masih berkisar 2,5 ton-3 ton per ha per tahun, padahal potensinya mampu mencapai 6 ton-8 ton per ha per tahun.

Penggantian tanaman dengan bibit sawit unggul atau replanting diyakini mampu meningkatkan angka produktivitas kebun tersebut.

Gapki berkomitmen untuk mendukung PSR. Apalagi produksi perkebunan sawit rakyat telah memiliki pabrik penampung yang cukup. Saat ini terdapat 77 unit pabrik kelapa sawit (PKS) yang tersebar di provinsi itu.

“Seiring dengan bertambahnya produktivitas tentu akan ada penambahan unit maupun kapasitas PKS,” kata dia.

Sementara itu berdasarkan data Badan Pengelola Dana Perkebunan Sawit (BPDPKS), luas kebun sawit yang telah diremajakan melalui program PSR mencapai 94.033 ha, di mana 19% berada di Sumsel.

Provinsi ini tercatat sebagai daerah dengan realisasi tertinggi dibandingkan dengan 20 provinsi lainnya yang ikut melaksanakan PSR.

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrahman mengatakan secara nasional terdapat total 87.906 pekebunkelapa sawityang mengikuti program replanting.

“PSR bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas TBS [tandan buah segar] pekebun,” katanya.

Selain itu, pekebun yang melakukan peremajaan dapat menjalankan praktik berkebun yang baik [good agriculture practice/ GAP), serta memperbaiki tata ruang perkebunan.

 

Sumber: Bisnis Indonesia