JAKARTA. Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNl) mengusulkan agar dana pungutan/pungutan ekspor (DP/PE) CPO dihapus sementara dan pemberian diskon bea keluar (BK) CPO dalam beberapa bulan ke depan.
Hal ini untuk memperlancar ekspor CPO dan mengerek harga tandan buah segar (TBS) kembali ke harga normal.
Selain penghapusan domestic market obligation (DMO), Sahat mengusulkan perlu dipertimbangkannya penghapusan sementara PE CPO untuk memperlancar kembali ekspor CPO.
“Tolong ditinjau DP dan BK itu dilihat dululah, kalau saya sarankan 3 bulan ini DP nya dinolkan, BK nya didiskon 25%,” ucap Sahat dalam diskusi virtual, Senin (1/8).
Selain itu, untuk menjaga pasokan bahan baku minyak goreng dalam negeri, Sahat meminta pemerintah juga ikut berperan dalam rantai distribusi minyak goreng curah sampai ke daerah dengan harga terjangkau. Ia mengusulkan, agar ID Food dan Bulog dapat diberdayakan untuk kelancaran distribusi tersebut.
“Untuk menjaga domestik kita minta pemerintah punya moral obligation untuk juga menjaga sampai ke daerah-daerah, jangan hanya diserahkan ke swasta,” ujar Sahat.
Sementara itu, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, perlunya ada bauran kebijakan agar harga TBS tidak anjlok, ekspor CPO lancar dan minyak goreng dengan harga terjangkau tersedia.
Menurutnya, bauran kebijakan yang perlu dilakukan adalah tidak perlu ada hambatan ekspor CPO karena produksi CPO surplus dan harus diekspor. Namun, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana agar minyak goreng dalam negeri terpenuhi.
“Minyak goreng yang perlu concern pemerintah yang penting dipastikan 2,5 juta ton minyak goreng untuk masyarakat tertentu,” ucap Joko.
Joko mengusulkan untuk memenuhi 2,5 juta ton tersebut dengan mekanisme subsidi. Sebab melalui subsidi dapat diketahui secara pasti jumlahnya, pasti mekanismenya dan pasti dalam penetapan harganya.
Joko menilai, kebijakan DMO yang saat ini dilakukan belum berjalan optimal. Ia bilang, DMO yang di satu sisi untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dalam negeri, namun di sisi lain menjadi “faktor” terhadap ekspor.
Joko mengatakan, untuk mendapat izin ekspor sangat dipengaruhi kinerja distribusi minyak goreng. Menurutnya, kinerja distribusi minyak goreng sampai konsumen bukan tanggungjawab dari eksportir. “Jadi dua pekerjaan yang terpisah sebenarnya,” ucap Joko.
Sumber: Kontan.co.id