JAKARTA – PT Pertamina (Persero) telah mengoperasikan satu unit tangki penampungan terapung (floating storage) untuk pasokan fatty acid methyl eter (FAME) berkapasitas 2×35 ribu kiloliter (KL). Biaya pengadaan floating storage ini akan ditanggung oleh badan usaha bahan bakar nabati (BBN) dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Direktur Logistik, Supply Chain, dan Infrastruktur Pertamina Gandhi Sriwidodo menuturkan, floating storage untuk FAME itu dioperasikan di Balikpapan, Kalimantan Timur. Tambahan tangki penampungan FAME ini lantaran adanya pemangkasan jumlah terminal bahan bakar minyak (BBM) yang menjadi tujuan pasok badan usaha BBN.
Sejauh ini, lanjutnya, hanya satu floating storage yang direncanakan untuk melancarkan program mandatori biodiesel 20% (B20). “Kalimantan saja sementara, karena itu paling besar (pasokannya) , untuk memasok kebutuhan Kalimantan dan Sulawesi,” kata dia di Jakarta, Rabu (9/1).
Gandhi menjelaskan, sedianya ada satu unit floating storage lagi yang dioperasikan di Tuban, Jawa Timur. Rencananya, floating storage di Tuban menampung jatah FAME untuk wilayah Jawa Timur dan sekitarnya. Namun, otoritas pelabuhan setempat tidak memberikan izin lantaran adanya sisa ranjau di perairan tersebut.
Hal ini membatalkan rencana pemangkasan titik pasok FAME menjadi 25 terminal BBM. “Jadi titik (pasoknya) 30, tambah lima. Tapi itu (30 titik) posisinya maksimum penyerapan FAME,” jelas Gandhi.
Untuk floating storage di Balikpapan, tutur Gandhi, memiliki kapasitas 2×35 ribu KL. Fasilitas ini digunakan sepenuhnya untuk menampung FAME dari badan usaha BBN yang memiliki jatah memasok kebutuhan wilayah Kalimantan dan sekitarnya. Nantinya, biaya yang muncul akibat pengadaan floating storage ini akan ditanggung badan usaha BBN dan BPDPKS.” Cos* yang muncul jadi sharing-nya badan usaha BBN dan BPDPKS. Distribusi nanti Pertamina,” ujarnya.
Namun, sampai saat ini disebutnya belum ada kesepakatan soal biaya sewa floating storage tersebut. Sehingga, pihaknya kini masih menanggung biaya pengadaan floating storage tersebut. Pasalnya, pemerintah telah menugaskan Pertamina untuk menjalankan mandatori B20 ini.
Biaya pengelolaan floating storage ini termasuk biaya distribusi B20 dari terminal BBM di Balikpapan ke terminal lain di Sulawesi yang seharusnya dipasok badan usaha BBN. Pasalnya, badan usaha BBN juga mengenakan biaya angkutan FAME yang selanjutnya diganti oleh BPDPKS.
“Biaya pengelolaan itu dibebankan ramai-ramai. Nanti per liter FAME yang disuplai ke situ, akan dikenakan charge berapa rupiah. Jadi mereka enggak rugi, Pertamina juga enggak rugi. Ini solusi paling bagus,” jelas Gandhi.
Pada tahun ini, alokasi serapan FAME ditetapkan mencapai 6,2 juta KL. Target ini naik signifikan dari realisasi 2018 lalu yang sebesar 3,5 juta KL. Serapan FAME setiap tahunnya terus meningkat, pada 2016, realisasi konsumsinya tercatat hanya 2,57 juta KL.
Sanksi
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat terdapat 11 11 badan usaha yang dinyatakan kena sanksi terkait keterlambatan pasokan FAME untuk program mandatori B20. Total denda yang dikenakan kepada 11 badan usaha ini sekitar Rp 360 miliar.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto menuturkan, denda itu tidak langsung dikenakan kepada badan usaha. Pasalnya, badan usaha berhak mengirimkan sanggahan atas pengenaan denda tersebut. Sejauh ini, pihaknya telah menerima banyak surat sanggahan, termasuk dari Pertamina.
Pihaknya belum dapat memastikan berapa badan usaha yang akhirnya dikenakan denda. “Baru saja masuk (surat sanggahan), harus dievaluasi dulu,” tutur dia.
Ketentuan mengenai sanksi ini diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No 41 Tahun 2018. Pasal 18 beleid ini menyebutkan, jika badan usaha tidak memenuhi ketentuan mandatori, maka akan dikenai sanksi administratif berupa denda atau pencabutan izin usaha. Denda ditetapkan sebesar Rp 6.000 per liter volume biodiesel yang wajib dicampur dengan volume BBM pada bulan berjalan.
Namun, badan usaha BBM tidak dikenai sanksi jika hal tersebut dikarenakan ada keterlambatan, keterbatasan, dan/ atau ketiadaan pasokan biodiesel dari badan usaha BBN.
Sumber: Investor Daily Indonesia