InfoSAWIT, JAKARTA – Plastik berbahan baku minyak bumi semakin hari banyak menimbulkan masalah lingkungan, kendati sebelumnya plastik berbasis minyak bumi telah banyak berkontribusi dalam gaya hidup manusia, lantaran ketahanan, elastisitas dan sifat termalnya yang sangat membantu kehidupan manusia.

Bahan plastik hingga saat ini telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Bahkan, hampir tidak mungkin untuk menjalani hidup normal tanpa plastik. Dari pakaian yang digunakan sampai perlengkapan mobil.

Demikiam juga hampir semua perangkat elektronik mengandung komponen plastik. Anak-anak bermain dengan mainan plastik dan menghabiskan beberapa tahun pertama kehidupan mereka dengan popok berbahan plastik.

Ketergantungan manusia terhadap plastik menunjukkan bahwa plastik lebih disukai karena mereka aman, fleksibilitas, daya tahan, dan keterjangkauan. Namun, sayangnya plastik sintetis sulit untuk dibuang lantaran kurangnya enzim alami dan proses biologis yang efisien dalam mengurai plastik sintetis di alam. Pembakaran plastik melepaskan gas berbahaya bagi lingkungan, misalnya bahan kimia berbahaya seperti hidrogen sianida. Kini dunia berupaya beralih mencari plastik yang lebih ramah lingkungan.

Salah satunya yakni polyhydroxyalkanoates (PHAs), merupakan poliester sangat menarik disintesis oleh berbagai jenis bakteri. Banyak peneliti dari seluruh dunia telah melakukan berbagai studi tentang PHA.

Kegiatan dalam upaya membuat plastik dari bahan baku yang lebih ramah lingkungan semisal berasal dari minyak nabati, utamanya berasal dari minyak sawit guna menghasilkan PHA pun dilakukan.

Apalagi minyak kelapa sawit adalah minyak nabati di dunia yang paling efisien dibandingkan minyak nabati lainnya. Saat ini minyak sawit dihasilkan oleh dua produsen besar di Asia tenggara yakni, Indonesia dan Malaysia.

Terlebih industri kelapa sawit juga mampu menghasilkan sejumlah besar produk turunan dan limbah yang kaya akan asam lemak, serta berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan baku untuk aplikasi bioteknologi seperti untuk produksi PHA lewat proses fermentasi mikroba.

Dalam sebuah studi menunjukkan bahwa PHA dari minyak nabati umumnya lebih baik daripada dihasilkan dari gula atau bahan baku lainnya. Selain menggunakan bahan baku ramah lingkungan, ada faktor lain juga yang perlu dipetimbangkan guna memproduksi PHA dalam skala industri, terpenting ialah keberlanjutan dari seluruh proses konversi bahan baku berbasis minyak sawit menjadi PHA.

Tercatat buku ini merupakan sebagai salah satu upaya dalam memberikan pandangan menyeluruh terkait tantangan dalam menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku dalam produksi PHA. (T2)

 

Sumber: Infosawit.com