JAKARTA – Sebagai salah satu pemain di industri kelapa sawit di dunia, pekebun tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Dengan kontribusi sekitar 40% terhadap produksi minyak sawit dunia, peran pekebun menjadi sangat penting. Sayangnya masih banyak kendala yang dihadapi salah satunya produktivitas yang masih rendah.

Setiap tahun permintaan minyak sawit terus melonjak, seiring dengan bertambahnya populasi dan masyarakat kalangan menengah. Oil World bahkan memprediksi, pertambahan kebutuhan minyak sawit di dunia sekitar 5 juta ton setiap tahun.

Kini minyak kelapa sawit telah menjadi salah satu minyak nabati yang paling banyak di konsumsi di dunia. Merujuk data dari Oil World tahun 2013 lalu, dari total lahan yang memproduksi minyak nabati seluas 256,7 juta ha, lahan kelapa sawit hanya sekitar 6% dari total luasan lahan tersebut.

Dengan lahan yang relatif sangat kecil itu, pangsa pasar minyak sawit telah mencapai 40% dari total pasar minyak nabati yang sekitar 156,9 juta ton. Posisi kedua ditempati minyak kedelai sekitar 27%, minyak kanola 16% dan minyak bunga matahari mencapai 9%.

Komoditas ini tercatat sangat penting bagi pembangunan ekonomi di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia dan Malaysia, yang merupakan produsen minyak sawit di dunia dengan kontribusi produksi sebanyak 80% dari total produksi minyak sawit global.

Faktanya, produksi minyak sawit di dunia tidak melulu dihasilkan oleh pelaku industri saja, lantaran produksi minyak sawit itu juga ada yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit yang dikelola pekebun kecil.

Merujuk catatan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), diperkirakan lebih dari 3 juta pekebun dan pekebun skala kecil menggantungkan hidupnya dengan berbudidaya kelapa sawit. Sementara lahan perkebunan mereka lebih kecil dibandingkan dengan perkebunan skala industri. Hasil produksi dari perkebunan kelapa sawit yang dikelola pekebun menyumbang sekitar 40% dari total produksi kelapa sawit global.

Dengan demikian jelas pekebun kecil memiliki kontribusi yang cukup signifikan terhadap industri kelapa sawit berkelanjutan. Hanya saja sayangnya, mereka sering kali tidak memiliki dengan informasi dan pengetahuan yang memadai, dalam membudidayakan perkebunan kelapa sawit yang baik dan benar, sehingga kebanyakan hasil produksi dari perkebunan kelapa sawit yang dikelola pekebun kecil relatif masih rendah dan akses pasar yang masih terbatas.

Sebab itu dibutuhkan langkah dan strategi yang tepat dalam upaya meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit rakyat dan melakukan penguatan kelembagaan pekebun.

Dikatakan Direktur RSPO, Tiur Rumondang, pihaknya mendukung perbaikan produktivitas lewat penerapan praktik budidaya perkebunan sawit yang berkelanjutan, termasuk melakukan berbagai pendekatan, seperti mengurangi beban pendanaan dan memfasilitasi sertifikasi untuk kebun kelapa sawit rakyat melalui RSPO Smallholder Support Fund (RSSF), dengan menawarkan Skema Sertifikasi Grup “Panduan untuk Sertifikasi Kelompok Produksi TBS”.

“Kendati langkah ini merupakan upaya untuk membantu pekebun-pekebun kecil swadaya, namun kami akui perlu lebih sering lagi hal ini diinformasikan dengan skala yang lebih luas termasuk kepada seluruh stakeholder yang berkepentingan,” katanya kepada InfoSAWIT, belum lama ini.

 

Sumber: Infosawit.com