Wakil Ketua Umum 2 GAPKI Pusat, Susanto meyakini Indonesia bisa menghasilkan produksi Kelapa Sawit berkelanjutan. Hal ini diungkapkannya kepada wartawan media massa baik cetak maupun elektronik Kalbar saat buka puasa bersama di Hotel Mercure, Pontianak.

Susanto pun menepis isu miring terhadap keberadaan kelapa sawit Indonesia oleh beberapa Non Government Organization (NGO) dan tudingan negara Uni Eropa. Ia menegaskan isu itu lebih kepada persaingan dagang tidak sehat antara produsen minyak nabati lain di eropa yang pangsa pasarnya telah tergerus oleh minyak  kelapa sawit. Dimana CPO yang produktifitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan hasil produksi perkebunan lainnya di eropa seperti rapeseed, bunga matahari, soya oil dan lainnya.

“NGO menuduh sawit Indonesia sebagai penyebab rusaknya hutan, sawit penyebab desforestasi kemudian sawit tidak mensejahterakan masyarakat, penyebab perubahan iklim, banyak perusahaan sawit yang pengemplang pajak, perampas tanah rakyat, tanaman monokultur, pelanggar hak asasi manusia, penyebab kekeringan dan masih banyak lagi tuduhan lain yang diarahkan ke sawit. Namun tuduhan itu janganlah ditelan mentah-mentah karena fakta di lapangan jauh berbeda,” kata pria yang juga menjadi Chief Executive Officer (CEO) Perkebunan Sinarmas Kalimantan Barat ini.

Fakta di lapangan yang bisa diverifikasi dan dilihat para pihak bahwa kebun kelapa sawit memberikan sumbangsih yang begitu besar  ke negara Indonesia. Saat ini sawit di Indonesia 43 persen merupakan kebun rakyat, 6 persen milik Negara dan 51 persen swasta artinya tidak semua perkebunan sawit dikuasai oleh pengusaha.

Tak hanya itu, sawit juga merupakan salah satu produk eksport penghasil devisa terbesar negara Indonesia. Lebih dari 20 miliar dollar AS per tahun dan salah satu penyerap tenaga kerja terbesar,

“Secara langsung penyerapan tenaga kerja di perkebunan sawit ini lebih dari 4,5 juta orang. Dan secara tidak langsung mampu menghidupi sebanyak kurang lebih 20 juta orang. Serta fakta lain yaitu sawit mampu menyebabkan pertumbuhkan wilayah. Dari dulu-dulunya wilayah yang tidak ada apa-apanya, kini bisa berkembang bahkan sudah ada yang menjadi kabupaten,” jelasnya.

Dirinya juga tidak memungkiri, masih ada masalah di perkebunan sawit. Seperti masih ada yang membakar saat membuka lahan, penebangan hutan, pembebasan lahan yang tidak mengikuti SOP dan masih ada perusahan sawit yang tidak menjalankan peraturan ketenagakerjaan sesuai ketentuan yang berlaku.  “Tapi jangan semua perusahaan sawit disama rataka. Yang melanggar aturan silakan dilaporkan, diproses dan ditindak sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujarnya.

Menurutnya isu miring tentang perkebunan kelapa sawit Indonesia ini sangat berpengaruh pada harga jual serta akan menghambat eksport CPO Indonesia. Bahkan hal itu dapat merusak daya jual hasil kelapa sawit Indonesia di tingkat dunia khususnya di negara eropa dan ujung-ujungnya akan berdampak ke negara lain.

“Kami tetap berkomitmen untuk menghasilkan produksi kelapa sawit berkelanjutan yaitu kami tidak ingin ada pembukaan kebun sawit dengan cara membakar, tidak ada lagi membuka lahan yang mengandung nilai konservasi tinggi  (HCV), tidak lagi membuka lahan yang masih berhutan primer dan memiliki kandungan karbon tinggi (HCS) dan semuanya adalah wujud komitmen kami untuk memproduksi sawit tanpa merusak hutan (no deforestation),” ungkap Susanto.

“Kami juga menghargai hak kepemilikan tanah masyarakat sehingga setiap pembebasan lahan dilakukan melalui proses FPIC (free prior inform concern) serta melakukan pemetaan partisipatif dengan masyarakat. Kami menghargai hak-hak buruh serta menjalankan semua peraturan ketenagakerjaan yang berlaku dan lainnya. Semua komitmen ini sudah kami jalankan, dan komitmen kami yang paling baru adalah melakukan ketelusuran atau traceability untuk mengetahui asal usul buah dan minyak sawit yang kami olah. Dari mana buah tersebut dihasilkan, dari lahan seperti apa dan bagaimana proses produksinya,” paparnya.

Hal yang tidak kalah pentingnya kata Susanto bahwa seluruh kebun kelapa sawit Sinarmas akan memenuhi standar sertifikat Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan Raund Table Sustainable Palm Oil (RSPO) sesuai dengan target waktu yang telah disampaikan kepada para pemangku kepentingan.

“Dan ini akan kami penuhi semua baik ISPO maupun RSPO karena saya pastikan Indonesia ke depan akan kesana. Dan kita tidak bisa mengelak karena itu memang tuntutan dunia. Agar hasil minyak sawit kita ini mau dibeli oleh negara luar sesuai standar yang mereka inginkan,” katanya.

Susanto menyarankan agar semua pihak harus bersatu dan bersama-sama  dalam memajukan produksi komoditi penghasil minyak nabati utama di Indonesia ini, sehingga bilamana ada masalah. “Bila ada kekurangan mari duduk bersama mencari akar masalahnya dan mengambil langkah-langkah perbaikan, selesaikan masalah tersebut bersama-sama di dalam negeri kita sendiri. Mari bersama-sama lebih mengutamakan kepentingan nasiona,” ajak Susanto.

 

Sumber: Pontianakpost.co.id