Emiten perkebunan antusias menyambut program pemerintah terkait pencampuran bahan bakar solar dengan nabati berbasis sawit yang diharapkan dapat memaksimalkan penyerapan minyak Kelapa Sawit di pasar dalam negeri.
Korporasi perkebunan bersiap menangkap peluang era biodiesel yang diberlakukan oleh pemerintah. Program mandatori bahan bakar nabati (BBN) tersebut diyakni dapat memperbaiki kinerja sektor sawit di Tanah Air yang terpuruk dalam beberapa tahun terakhir.
Alokasi serapan kebutuhan unsur nabati untuk memproduksi biodiesel 30% (B30) pada 2020 telah ditetapkan sebanyak 9,59 juta kiloliter. Kelompok korporasi siap mendukung program yang tertuang dalam keputusan menteri. Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral NO.199K/20/MEM/2019 tentang Penetapan Badan Usaha Bahan Bakar Minyak dan Badan Usaha Bahan Bakar Nabati Jenis biodiesel serta Alokasi Besaran Volume untuk Pencampuran Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar Periode Januari-Desember 2020. Pinta S. Chandra, Investor Relations Sinar Mas Agro Resources and Technology mengungkapkan bahwa volume pengadaan BBN jenis biodiesel dialokasikan sekitar 779.000 kiloliter pada 2020, di mana sebanyak 50% siap dipasok ke Pertamina.
Selama ini, emiten berkode saham SMAR ini mengekspor hasil sawitnya ke China sebagai pasar terbesarnya. Namun, kinerja ekspor untuk jangka panjang diperkirakan tidak akan naik signifikan, karena adanya permintaan domestik yang meningkat.
Menurutnya, program biodiesel memberikan dampak positif terhadap perseroan, karena telah menciptakan permintaan tambahan untuk minyak kelapa sawit. SMAR juga merasakan peningkatan permintaan, yang dapat memberikan dampak positif bagi industri Kelapa Sawit di Indonesia secara keseluruhan.
Dia menegaskan, peningkatan mandat pencampuran BBN dari B20 menjadi B30 bakal berdampak positif. “Kami berharap realisasi dari program B30 pada 2020 ini dapat berjalan lancar,” katanya.
SMAR juga beroperasi di China dan India dengan memiliki pelabuhan, pabrik penghancur biji sawit, memproduksi berbagai produk minyak nabati olahan, serta produk makanan lainnya seperti mie. Bila menelisik laporan keuangan pada September 2019, SMAR mengantongi penjualan bersih senilai Rp26,38 triliun, atau turun 4,76% dari posisi Rp27,7 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya. Raihan penjualan di pasar domestik dan ekspor hampir berimbang masing-masing mencapai Rpl3,18 triliun dan Rpl3,19 triliun. Adapun, emiten perkebunan PT Tunas Baru Lampung Tbk. (TBLA) mengaku mengantongi kuota biodiesel hingga 341.000 kiloliter pada 2020.
Sekretaris Perusahaan TBLA Hardy mengatakan pada 2018 kuota biodiesel hanya 100.000 kiloliter, lalu meningkat menjadi 256.000 kiloliter pada 2019. Kemudian, perseroan mendapatkan kuota dari Pertamina hingga 341.000 kiloliter.
Selain mengantongi kontrak dari Pertamina, perseroan juga tengah mengantongi kontrak pengiriman biodiesel ke China. Besar kontrak biodiesel TBLA ke China mencapai 40.000 kiloliter pada 2020. “Tiap tahun, kami ekspor sekitar 40.000 kiloliter. Ini sudah terjadi,” ungkapnya.
Tahun ini, TBLA lebih memprioritaskan pemenuhan kontrak ke Pertamina. Kendati begitu, perseroan selalu mencari peluang ekspor baru untuk ekspansi. Hardy juga optimistis harga CPO bakal meningkat pada tahun ini.
Di tengah peningkatan biodiesel dan membaiknya harga CPO, TBLA justru mengantisipasi akan kenaikan harga bahan baku. Cara yang dilakukan adalah memasok kebutuhan hingga 60% dari kebun perseroan, dan sisanya 40% dari pihak ketiga. Sementara itu, PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk. (SSMS) mengaku siap menangkap peluang dengan memasok CPO untuk mendukung program biodiesel.
Sekretaris Perusahaan SSMS Swasti Kartikaningtyas memproyeksikan harga CPO bakal meningkat sepanjang 2020 seiring dengan pertumbuhan permintaan biodiesel.
Saat ini, SSMS hanya turut berpartisipasi memasok CPO untuk mendukung program biodiesel. Peningkatan harga CPO bakal sejalan dengan program B30 yang digalakkan pemerintah. “Dengan adanya program biodiesel, bisnis emiten Kelapa Sawit bakal makin cerah. Kami ikut serta sebagai pemasok CPO untuk biodiesel,” ujarnya.
Dia menambahkan, meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap pengtingnya Kelapa Sawit dalam berbagai aspek kehidupan, berpotensi mengangkat kembali prospek harga CPO. SSMS berencana mengembangkan dua pabrik yang dinilikinya dan akan membangun 3 unit pembangkit listrik bertenaga biogas (PLTBg) pada tahun ini. Swasti mengatakan dana yang diperlukan untuk ketiganya mencapai Rpl29 miliar.
Sumber: Bisnis Indonesia