Produsen minyak goreng diwajibkan memasok 20% dari total keseluruhan produksi ke pasar domestik dalam bentuk kemasan sederhana untuk menjaga ketersediaan komoditas tersebut.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menjelaskan seluruh pabrik minyak goreng wajib memproduksi minyak goreng kemasan sederhana. Angka yang diajukan oleh asosiasi untuk kewajiban pasok domestik yakni sebanyak 20%.
Dengan demikian, Mendag mengatakan total 20% dari produksi para produsen minyak goreng wajib dijadikan kemasan sederhana. Bentuk kemasan yang disediakan bisa beragam mulai dari kemasan 1 liter, 1/2 liter, 1/4 liter.
Harga masing-masing kemasan, sambungnya, yakni Rp 11.000 untuk kemasan 1 liter, Rp6.000 untuk kemasan 1/2 liter, dan Rp3.250 untuk kemasan 1/4 liter. Toko modem juga diwajibkan menyediakan minyak goreng kemasan sederhana.
“Distribusi sudah memiliki daftar sehingga lebih mudah dalam memonitor,” ujarnya saat rapat persiapan akhir tahun dengan para produsen minyak di Kementerian Perdagangan, Kamis (16/11) sore.
PASOKAN AKHIR TAHUN
Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan langkah yang ditempuh untuk menghadapi akhir tahun sama yang dilakukan dengan persiapan Ramadan dan Lebaran 2017. Artinya, produsen minyak goreng diminta untuk menggelontorkan pasokan ke pasaran.
“Saya kira konsepnya akan sama dengan menghadapi Lebaran di Juni lalu, banjiri pasar dengan minyak goreng curah dan kontrol harga melalui kemasan sederhana di outlet ritel modern,” ujarnya.
GIMNI mencatat pemakaian minyak goreng curah pada hari biasa sebanyak 270.000 ton-280.000 ton. Sementara itu, volume penggunaan industri makanan sebesar 75.000 ton-85.000 ton, sedangkan penggunaan minyak goreng premium yang biasa dijual melalui pasar modern sebesar 70.000 ton-80.000 ton.
Di sisi lain, Sahat mengungkapkan saat ini industri minyak goreng dalam negeri tidak berada dalam kondisi kondusif. Pasalnya, beberapa produsen terpaksa harus menggulung tikar.
“[Kondisi ndak kondusif] apabila produsen itu berkapasitas produksi rendah atau kurang dari 600 ton per hari dan juga tidak memiliki kebun sawit.”
Ekspor minyak goreng produsen RI sulit bersaing dengan pebisnis asal Malaysia. Kondisi tersebut disebabkan adanya potongan dana pungutan ekspor.
Besaran dana pungutan, sambungnya, sebesar US$30 per metrik ton (mt) untuk produk refined, bleached, deodorised (RBD) serta US$20/mt untuk produk minyak goreng kemasan dengan volume kurang dari 25 kilogram. Menurutnya, saat ini para produsen masih meminta penurunan besaran biaya pungutan.
“Produsen yang itu tadi mengambu sikap tiarap sampai ada perubahan dana pungutan rnigor kemasan menjadi US$0 dan RBD turun dari US$30 menjadi US$2,” imbuhnya.
Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia (Gapki) mencatat keseluruhan konsumsi domestik CPO pada 2016 yakni 11,06 juta ton. Pada kuartal I 2017, jumlah konsumsi CPO domestik sebanyak 2,73 juta ton.
Produksi minyak sawit di dalam negeri diprediksi Gapki dapat menembus 35 juta ton pada 2017. Pada Maret 2017, tercatat adanya kenaikan produksi sebesar 10% dari produksi bulan sebelumya 2,6 juta ton menjadi 2,9 juta ton.
Sumber: Bisnis Indonesia