Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan akan mendorong hilirisasi industri minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) ke arah industri bahan bakar nabati.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menargetkan adanya fasilitas produksi B100 atau 100 persen bahan bakar nabati di dalam negeri pada 2022. Adapun, saat ini penggunaan B100 telah dapat dilakukan secara teknis pada tahun ini, namun pemangku kepentingan masih meneliti agar produksi B100 memiliki skala ekonomi yang cukup.
“Secara teknis sudah bisa, tapi masih menggunakan RBDPO. [RBDPO] ini kan harganya mahal, jadi Kemenperin bersama dengan pihak-pihak terkait mengembangkan bahan baku yang lebih murah yang disebut industrial vegetable oil (IVO) dan industrial lauric oil (ILO),” kata Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin Edi Sutopo kepada Bisnis, Senin (30/11/2020).
RBDPO atau refined, bleached, deodorized, palm oil merupakan hasil paling akhir dari pemrosesan CPO. Secara umum, RBDPO merupakan bahan baku dalam produk oleopangan, seperti minyak goreng, margarin, shortening, dan sebagainya.
Adapun B100 yang dimaksud Edi adalah green diesel yang biasa disebut D100. Sejauh ini, pembuatan D100 masih menggunakan RBDPO sebagai bahan baku utamanya.
Di samping itu, IVO maupun ILO merupakan minyak nabati hasil pemrosesan tandan buah segar dengan proses yang lebih ramping. Dengan kata lain, harga IVO maupun ILO akan jauh lebih rendah dari RBDPO.
IVO dan ILO juga memiliki keleluasaan lebih dibandingkan RBDPO dari sisi tandan buah segar (TBS) yang dapat dijadikan bahan baku. Edi menyampaikan pembuatan IVO maupun ILO dapat menggunakan TBS yang sudah melebihi masa panen alias over ripped.
“Kalau [TBS yang] diambil untuk food grade itu 20-23 persen yield-nya. [Karena perbuatan IVO/ILO] yang over ripped bisa diambil, [yield-nya] sampai 30 persen [per TBS],” ucapnya.
Edi menyatakan saat ini telah dibangun pabrikan IVO/ILO uji coba di Pelalawan, Riau. Edi menyampaikan tujuan dari pabrik uji coba tersebut adalah menurunkan harga IVO/ILO agar tidak jauh berbeda dengan harga bahan bakar solar.
Berdasar situs resmi Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), lembaga donor asal Amerika Serikat, Millenium Challenge Corporation, memberikan dana hibah senilai US$110 juta untuk pembangunan tiga pabrikan di Pelalawan. Adapun, ketiga pabrik tersebut akan dibangun di Kawasan Teknopolitan Pelalawan.
Sejauh ini, Kabupaten Pelalawan telah menyiapkan lahan seluas 3.754 hektar untuk Kawasan Teknopolitan Pelalawan. Adapun, luas kebun sawit di Pelalawan mencapai 393.000 hektar, dengan 40 persen wilayah kebun tersebut dikelola oleh petani sawit swadaya.
Edi optimistis pihaknya dapat mencapai target produksi B100 pada 2022. Pasalnya, menurutnya, saat ini pemangku kepentingan tinggal menurunkan biaya produksi agar mencapai skala keekonomian. “[Target] ini memang agak ambisius, tapi mudah-mudahan bisa karena secara teknis bisa. Kami lagi otak-atik ekonominya.”
Sumber: Bisnis.com