Produktivitas minyak dan biomas tanaman kelapa sawit yang sangat tinggi. Produktivitas yang tinggi memerlukan asupan yang juga tinggi. Namun boros/tidak tanaman mengunakan air harus diukur dengan satuan output yang sama.  Gerbens-Leenes, dkk (2009) dalam penelitiannya berjudul : The Water footprint of Energy from Biomass: A Quantitative Assesment and Consequeences of an Increasing Share of Bionergy Supply, menemukan hal yang menarik tentang tanaman apa yang paling hemat air dalam menghasilkan bioenergi. Hasil penelitian yang dimuat dalam Journal Ecological Economics 68:4, menepukan bahwa kelapa sawit ternyata termasuk paling hemat (setelah tebu) dalam menggunakan air untuk setiap Giga Joule (GJ) bioenergi yang dihasikan.

Tanaman penghasil bioenergi yang paling rakus air ternyata adalah minyak rapeseed, disusul oleh kelapa, ubi kayu, jagung, kedelai dan tanaman bungga matahari. Untuk menghasilkan setiap GJ bioenergi (minyak), tanaman rapeseed (tanaman minyak nabati Eropa) memerlukan 184 m3 air.  Sementara kelapa yang juga banyak dihasilkan dari Indonesia, Philipina, India, rata-rata memerlukan 126 m3 air. Ubi kayu (penghasil etanol) rata-rata memerlukan  118 m3 air.

Sedangkan kedelai yang merupakan tanaman minyak nabati utama di Ameriaka Serikat, memerlukan rata-rata 100 mair. Tebu dan kelapa sawit ternyata paling hemat dalam menggunakan air untuk setiap bioenergi yang dihasilkan. Untuk setiap GJ bioenergi (minyak sawit) yang dihasilkan, kelapa sawit hanya mengunakan air sebanyak 75 m3.

Dengan fakta-fakta, jelas bahwa kelapa sawit ternyata relatif hemat air dalam menghasilkan bioenergi. Pandangan selama ini yang mengatakan sawit adalah boros air terbantahkan oleh hasil penelitian tersebut.

Sumber: Mitos vs Fakta, PASPI 2017

 

Sumber: Sawitindonesia.com