
JAKARTA – Pelaku usaha kelapa sawit dinilai tak perlu khawatir mengenai rencana penetapan harga domestic market obligation (kebutuhan pasar domestik) minyak sawit mentah (CPO) bagi para produsen bahan bakar nabati karena justru berpotensi menambah permintaan dari dalam negeri.
Ketua Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) MP Tumanggor mengatakan sejumlah kebijakan pemerintah, seperti penerapan B20, mampu meningkatkan penyerapan CPO dalam negeri. Apalagi, kata Tumanggor, harga DMO ndak akan lebih rendah dari harga produksi.
“Nggak papa itu, kami punya BUMN perkebunan, produksinya hampir 2,5 juta ton, bisa saja ke situ. Sepanjang ada pemahaman di sini bahwa kalau pemerintah tidak menuju B100 akan lebih buruk lagi dampaknya. DMO kan nggak di bawah harga produksi,”katanya kepada Bisnis, baru-baru ini.
Menurutnya, saat ini para produsen harus memiliki kesepahaman yang sama untuk mengupayakan kebutuhan dalam negeri dan bukan semata untuk ekspor saja. Pengusaha pun, imbuh Tumanggor, tak risau dengan adanya kebijakan DMO dapat menekan harga ekspor.
Saat ini DMO telah diterapkan untuk sektor tambang batu bara, yang merupakan kewajiban produsen batu bara domestik untuk memasok produksi batu bara bagi kebutuhan PT PLN (Persero).
Sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 23K/30/MEM/2018, minimal 25% produksi batu bara harus dijual ke PLN. Dengan proyeksi produksi sebesar 484 juta ton tahun ini, maka sekitar 120 juta ton harus dialokasikan bagi PLN.
TUmanggora menambahkan ekspor CPO saat ini menghadapi tantangan di Eropa maupun India. Maka dari itu, dia berpendapat kebijakan pemerintah untuk menambah serapan pasar domestik terhadap yang baru mencapai 18 juta ton cukup tepat karena angka itu relatif kecil jika dibandingkan dengan produksi CPO nasional sebesar 46 juta ton per tahun.
“Jangankan B100, misalnya B30 saja, akan ada penggunaan peningkatan dalam negeri sebesar 3 juta ton. Kami mengapresiasi kebijakan pemerintah karena akan menaikkan sedikit harga CPO. Karena ini kan masalah demand and supply,” katanya.
Pemerintah berencana menerapkan kebijakan B100 sebagai salah satu cara untuk implementasi ekspor. Kebijakan B100 adalah penggunaan 100% minyaksawitsebagai bahan bakar pengganti bahan bakar fosil. Saat ini pemerintah telah menerapkan kebijakan B20, yang berarti 20% minyaksawitsebagai campuran bahan bakar minyak.
“Tiga tahun lagi produksi CPO di Indonesia bisa mencapai 60 juta ton. Dengan kebijakan B100 diharapkan dapat menyerap produksi CPO sekitar 32 juta ton.” katanya.
Sumber: Bisnis Indonesia