Pemerintah Indonesia dan Malaysia berkomitmen untuk terus bersama-sama melawan diskriminasi kelapa sawit oleh Uni Eropa. Sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, kedua negara tidak akan diam jika negosiasi terkait sawit tak juga diindahkan.

Komitmen perlawanan terhadap UE itu dikukuhkan dalam pertemuan bilateral Presiden RI Joko Widodo dengan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad di Kantor Perdana Menteri Malaysia di Putrajaya, Jumat (9/8/2019). “Persatuan dalam melawan diskriminasi sawit kembali dibahas oleh kedua pemimpin dan beliau berdua memiliki komitmen untuk terus bersatu meneruskan perlawanan terhadap diskriminasi sawit,” ujar Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi.

Retno mengatakan, Indonesia dan Malaysia sudah cukup membuka diri untuk negosiasi. Negara-negara ASEAN bahkan sudah sepakat membentuk kelompok kerja dengan UE untuk membahas isu kelapa sawit itu. Namun, sampai kini belum ada kesepakatan soal arah serta tujuan kelompok kerja tersebut

“ASEAN-UE sudah membentuk working group of palm oil, dan saya ingin melihat core-nya dulu, working group ini diarahkan ke mana, harus ada kesepakatan dulu. Kalau tidak ada kesepakatan, percuma,” tuturnya.

Pemerintah Indonesia juga melihat ada jalan tengah, salah satunya dengan mengombinasikan sertifikat produk sawit rujukan negara-negara produsen sawit dan UE. Saat ini, indonesia menggunakan ISPO Indonesia Sustainable Palm Oil), sementara UE menggunakan rujukan RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), standar global untuk produksi minyak sawit berkelanjutan. Semestinya, lanjut Retno, UE bisa membandingkan ketentuan ISPO dan RSPO, lalu menyempurnakan standar produksi sawit rujukan masing-masing.

Retno menegaskan, Indonesia dan Malaysia sudah melakukan pendekatan terbuka dengan mengajak kerja sama terkait masalah sawit. Jika tawaran kerja sama itu tetap ditolak dan justru produk sawit terus didiskriminasi, Pemerintah Indonesia dan Malaysia tidak akan diam.

Isu sawit itu juga tetap akan dimasukkan dalam negosiasi perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif (CEPA) Indonesia-UE. “Posisi kita sejak awal sudah jelas, bahwa dalam negosiasi CEPA, isu kelapa sawit harus ada di sana. Jadi, posisi kita very clear, very firmed,” kata Retno.

Sumber: Kompas