Pemerintah Indonesia mendesak India untuk menurunkan tarif bea masuk produk minyak kelapa sawit olahan (refined, bleached, and deodorized palm oil/RBDPO) asal Indonesia.

Desakan itu disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat bertemu Menteri Perdagangan, Perindustrian, dan Penerbangan Sipil India Suresh Prabhu di sela agenda 4th India-ASEAN Expo and Summit: Co-creating The Future di New Delhi, India, Sabtu, 23 Februari 2019.

Saat ini, tarif bea masuk yang ditetapkan India untuk RBDPO asal Indonesia tercatat sebesar 50 persen. Angka itu lima persen lebih tinggi daripada bea masuk produk serupa asal Malaysia yang ditetapkan 45 persen.

“Kami meminta tarif bea masuk RBDPO Indonesia ke India diturunkan lima persen agar sama seperti yang berlaku untuk Malaysia,” ujar Menteri Perdagangan  Enggartiasto Lukita dikutip dari Media Indonesia, Minggu, 25 Februari 2019. 

Sebagai imbalannya, Indonesia bersedia membuka akses pasar gula mentah dari India untuk memenuhi kebutuhan industri nasional.

“India memiliki kualitas gula yang bagus dan dapat dijadikan salah satu sumber impor. Selama ini, pasokan gula mentah kita hanya berasal dari Thailand dan Australia,” lanjut Enggar.

Dalam menanggapi permintaan tersebut, Enggar menyebutkan Menteri Suresh Prabhu menyambut positif dan akan segera melakukan langkah lanjutan.

“Beliau menginstruksikan pejabat teknis terkait untuk segera mengambil langkah pemenuhan permintaan tersebut,” paparnya.

Selain membahas persoalan produk RBDPO, kedua menteri juga berkomitmen meningkatkan hubungan ekonomi melalui penyelesaian hambatan tarif dan  nontarif pada komoditas-komoditas lainnya.

“Kami sepakat menghilangkan hambatan tarif dan nontarif di antara kedua ­negara. Hal ini sejalan dengan prinsip kolaborasi dan kemitraan yang  diusung pada pertemuan 4th India-ASEAN Expo and Summit, yaitu co-creating the future,” tandas Mendag.

Saat membuka forum bisnis bertemakan Indonesia sustainable palm oil di Taj Palace, New Delhi, India, Kamis (21/2), Enggar menekankan pentingnya prinsip kemitraan dan kolaborasi dalam menjalan-kan kegiatan perdagangan internasional.

“Dengan cara tersebut, diyakini sistem perdagangan dunia tidak akan terganggu. Berbagai negara pun dapat menjual produk dan memenuhi kebutuhan dengan lancar dan mudah,” tukas Enggar.

Dorong Ekspor

Sebelumnya, Kemendag mendorong pengembangan ekspor ke kawasan Afrika, Asia Selatan, dan Timur ­Tengah dengan menyediakan fasilitas pembiayaan  meliputi permodalan, penjaminan dan/atau asuransi atas ekspor barang maupun jasa sepanjang memenuhi kontribusi bagi devisa dalam negeri.

Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Arlinda mengungkapkan  fasilitas pembiayaan sangat diperlukan pelaku usaha yang berorientasi ekspor untuk membantu pemenuhan bahan baku.

“Kami berharap fasilitas itu akan meningkatkan daya saing dan nilai tambah berbagai produk asal Indonesia, mendukung pertumbuhan industri dalam negeri, hingga mampu mendongkrak kinerja ekspor secara signifikan,” ujar dia.

Menurut Arlinda, alokasi dana yang disiapkan untuk program itu sebesar Rp1,6 triliun yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1/KMK.08/2019.

Sumber: Metrotvnews.com