Sumatra Utara ialah produsen sawit terbesar kedua setelah Riau. Kini hasil inovasi sawit dikembangkan lebih luas.

Dalam focus group discussion yang dilaksanakan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Provinsi Sumatra Utara belum lama ini, empat hal disepakati.

Keempat hal itu ialah pengembangan institusi pengorganisasian, penguatan kelembagaan tim koordinasi Sistem Inovasi Daerah (Sida), pengembangan SDM, sarana dan prasarana, serta pola manajemen dan membangun jaringan.

Semua ini dilakukan untuk membangun penguatan produktivitas kelapasawityang ada di Sumatra Utara. Selama ini Sumatra Utara memiliki Pusat Penelitian Kelapa sawit (PPKS) yang sudah berdiri sejak 1916. Namun, potensi-potensi riset yang telah dilakukan PPKS selama 101 tahun ini belum seluruhnya dimanfaatkan industri di sekitarnya.

Untuk menghilirkan hasil-hasil itu, Balitbang Sumatra Utara menjadikan PPKS sebagai mitra teknis. “Sesuai dengan amanat Kemenristekdikti kepada kita, kita pilih PPKS untuk menjadi mitra teknis mewujudkan inovasi-inovasi berbasis kemasyarakatan,” kata Kepala Balitbang Sumut, Effendy Pohan.

Saat ditemui secara terpisah, Direktur PPKS, Hasril Hasan Siregar, menjelaskan sejak 2010 lalu PPKS sudah menjadi Pusat Unggulan Iptek di bidang kelapa sawit. “Dalam perkembangannya, kami ingin nilai lebih sehingga Direktorat Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kemenristek dan Dikti yang dipimpin Pak Kemal Prihat-man menunjuk PPKS sebagai Oil Palm Science Techno Park (OPSTP) atau taman sains kepala sawit. Jadi iptek yang dihasilkan para peneliti di PPKS ingin lebih diberdayakan dan diimplementasikan agar lebih bermanfaat bagi masyarakat. Iptek ingin dikonektifkan kepada komunitas,” ujar Hasril saat ditemui Media Indonesia di ruang kerjanya, akhir pekan lalu.

Produk riset

Selama ini hasil riset yang dihasilkan PPKS sudah diaplikasikan ke perusahaan-perusahaan negara serta perkebunan masyarakat petani sawit, dalam bentuk jasa dan rekomendasi bersifat komersial. “Produk riset bahan tanaman ini kita pakai untuk membiayai riset-riset serta operasional PPKS sebagai swakelola dan self-financing,” ujar Hasril.

Produk riset bahan tanaman mampu menghasilkan uang sehingga PPKS bisa tetap eksis selama satu abad. Selama ini lembaga tersebut tidak dibiayai APBN atau APBD. Kekuatan di bidang iptek itulah sumber daya manusia yang lengkap. Tenaga peneliti berjumlah 56, pendidikan S-3 16 orang, master 23 orang, dan sisanya S-l.

OPSTP ialah satu-satunya milik Indonesia. PPKS yang kini digarap menjadi STP khusus kelapasawitini memiliki banyak program. Hasril menyebutkan salah satu programnya ialah kewirausahaan dengan menggandeng UKM-UKM.

Semua produk riset yang dihasilkan OPSTP ini dihilirkan kepada UKM-UKM di wilayah Sumatra Utara. “Yang sudah berjalan saat ini teknologi industri coklat berbasis sawit. Lilin berbasis sawit, sabun dan komestik berbasis sawit. Bahkan ada pula roti berbasis sawit,” jelas Hasril. (N-3)

Puji Santoso

 

Sumber: Media Indonesia